View project Read more


Keutamaan Menjilat Piring Setelah Makan



Telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr Bakr bin Khalaf dan Nashr bin Ali keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Al Mu'ali bin Rasyid Abu Al Yaman telah menceritakan kepadaku Nenekku dari seorang laki-laki penduduk Hudzail yang di sebut Nubaisyah Al Khair, ia berkata, 


"Nubaisyah datang menemui kami ketika itu kami sedang makan di atas piring milik kami, maka dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kepada kami, beliau katakan: "Barangsiapa makan di atas piring kemudian ia menjilatinya, maka piring tersebut akan memintakan ampun untuknya."

HR. Ibnu Majah

0 komentar

Telah menceritakan kepada kami Ammar bin Khalid Al Wasithi berkata, telah menceritakan kepada kami Ali bin Ghurab dari Zuhair bin Marzuq dari Ali bin Zaid bin Jad'an dari Sa'id bin Al Musayyab dari 'Aisyah Bahwasanya ia berkata,

"Wahai Rasulullah, sesuatu apakah yang tidak boleh dilarang untuk mengambilnya?" Beliau menjawab: "Air, garam dan api." 'Aisyah berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, masalah air kami telah mengetahuinya, tapi bagaimana dengan garam dan api?" Beliau menjawab: "Wahai Humaira, barangsiapa memberi api seakan-akan ia telah bersedekah dengan semua yang telah dimatangkan oleh api itu, barangsiapa memberi garam, seakan-akan ia telah bersedekah dengan semua yang telah dibuat nikmat oleh garam itu, barangsiapa memberi minum seorang muslim satu teguk saat ia mendapatkan air, seakan-akan ia telah membebaskan seorang budak, dan barangsiapa memberi minum seorang muslim satu teguk saat ia tidak mendapatkan air, maka seakan-akan ia telah menghidupkannya."

√ Hadits Riwayat Ibnu Majah


0 komentar

Begitu Cintanya Rasulullah Pada Putrinya, Fatimah Az-Zahra

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Abu Mulaikah dari Al Miswar bin Makhramah ia berkata;

AKu mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sedangkan beliau berada di atas mimbar: "Sesungguhnya bani Hisyam bin Al Mughirah meminta izin kepadaku agar aku menikahkan anak wanita mereka dengan Ali bin Abu Thalib, namun aku tidak mengizinkan kepada mereka, kecuali jika Ali bin Abu Thalib menceraikan anakku lalu menikahi anak wanita mereka.

Sesungguhnya anakku (Fathimah) adalah bagian dariku, aku merasa senang dengan apa saja yang menyenangkannya dan aku merasa tersakiti atas semua yang menyakitinya."

HR. Bukhari

0 komentar

Jika Tidak Ingin Dilempari Batu (Rajam) • Maka Janganlah Kau Berzina

√ @islam_nasehat

√ Nasehat Islam

Telah mengabarkan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Basyir bin Al Muhajir telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya ia berkata; aku duduk di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

tiba-tiba seorang wanita dari Bani Ghamid datang kepada beliau sambil berkata; "Wahai Nabiyullah, sesungguhnya aku telah berzina, dan aku ingin membersihkan diri." Beliau bersabda kepadanya; "Kembalilah." Dihari berikutnya, wanita itu datang lagi sambil mengaku telah berzina, katanya; "Wahai Nabiyullah, sucikanlah diriku, sepertinya engku hendak menolakku sebagaimana menolak (pengakuan) Ma'iz bin Malik, demi Allah, sesungguhnya diriku telah hamil (dari perzinahan tersebut)."

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Kembalilah hingga engkau melahirkan." Setelah melahirkan, wanita itu datang membawa seorang bayi yang ia gendong dalam sepotong kain, wanita itu berkata; "Wahai Nabiyullah, kini aku telah melahirkan." Beliau bersabda: "Pergilah dan susui anak itu hingga kamu menyapihnya! " Tatkala wanita itu selesai menyapih, ia datang dan di tangan anak tersebut terdapat potongan roti.

Lalu ia berkata; "Wahai Nabiyullah, sungguh aku telah menyapihnya." Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada seseorang dari kalangan muslimin, lalu beliau memerintahkan supaya wanita itu dibuatkan lubang, akhirnya ia diletakkan di dalam lubang tersebut hingga dada.

Lalu beliau memerintahkan orang-orang agar melemparinya. Sesaat kemudian Khalid bin Al Walid datang dengan batu, lalu ia melempar kepala wanita tersebut hingga darah terpancar ke pelipis Khaid bin Al Walid, ia langsung mengumpatnya. Mendengar umpatan itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahanlah, wahai Khalid, janganlah engkau mengumpatnya. Demi Dzat yang jiwanya ada di tanganNya. Sungguh ia telah bertaubat dengan taubat yang seandainya pemungut pajak, memungut pajak tidak sesuai dengan syari'at (Islam), niscaya pemungut pajak akan mendapatkan ampunan." Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dishalatkan dan dikubur.

HR. Darimi

0 komentar

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar dan Mahmud bin Ghailan dan Al Hasan bin Ali Al Khallal mereka berkata;

Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim An Nabil telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Alqamah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari Bapaknya berkata;

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Saya pernah melarang kalian berziarah kubur. Sekarang telah diizinkan untuk Muhammad menziarahi kuburan ibunya, maka berziarahlah, karena (berziarah kubur itu) dapat mengingatkan akhirat." (Abu Isa At Tirmidzi)

berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Sa'id, Ibnu Mas'ud, Anas, Abu Hurairah dan Umu Salamah."

Abu Isa berkata; "Hadits Buraidah adalah hadits hasan sahih. Ulama mengamalkannya mereka berpendapat bahwa ziarah kubur tidak mengapa. Ini adalah pendapat Ibnu Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq"

√ HR. Tirmidzi

0 komentar

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Baysar, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Habib bin Abu Tsabit dari Abu wa`il bahwa Ali berkata kepada Abu Al Hayyaj Al Asadi,

'Saya mengutusmu sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengutusku, jangnlah kamu meninggalkan kuburan yang menggunduk kecuali kamu ratakan dan (jika ada) patung-patung kecuali kamu hancurkan. (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna juga diriwayatkan dari Jabir." Abu Isa berkata; "Hadits Ali merupakan hadits hasan. sebagian ulama mengamalkannya. Mereka membenci meninggikan kuburan.

Syafi'i berkata; 'Saya membenci meninggikan kuburan kecuali sekedarnya saja sebagai tanda bahwa itu adalah kuburan, agar tidak dilewati dan diduduki di atasnya'."

HR. Tirmidzi


Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Al Aswad, Abu 'Amr Al Basyri, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rabi'ah dari Ibnu Juraij dari Abu Zubair dari Jabir berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang mangapur kuburan, menulisinya, membangun bangunan di atasnya dan menginjaknya. Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan sahih. Telah diriwayatkan dari banyak jalur, dari Jabir. Sebagian ulama memberi keringanan di antaranya Al Hasan Al Bashri memberi tanda dengan tanah merah pada kuburan. Syafi'i berpendapat bahwa hal itu tidak mengapa."

(HR. Tirmidzi)

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah menceritakan kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Asy Syaibani, telah menceritakan kepada kami Asy Sya'bi, telah mengabarkan kepadaku seorang yang telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dia telah melihat satu kuburan menyendiri, lalu dia membariskan para sahabatnya di belakangnya, lalu dia menshalatinya. Ada yang bertanya kepadanya; "Siapa yang menshalatinya?" dia menjawab; "Ibnu Abbas" (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Anas, Buraidah, Yazid bin Tsabit, Abu Hurairah, 'Amir bin Rabi'ah, Abu Qatadah dan Sahal bin Hunaif." Abu Isa berkata; "Hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan sahih. Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang lainnya mengamalkannya. Ini juga merupakan pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Sebagian ulama berkata; 'Tidak boleh shalat di atas kuburan'. Ini adalah pendapat Malik bin Anas. Abdullah bin Mubarak berkata; "Jika mayit telah dikubur dan belum dishalati, maka dishalati di atas kuburannya" Ibnu Mubarak berpendapat bahwa shalat di atas kuburan adalah boleh. Ahmad dan Ishaq berkata; "Boleh shalat di atas kuburan sampai waktu sebulan." Mereka berdua berkata; "Kami sering mendengar dari Ibnu Musayyab bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat di atas kuburan Ummu Sa'ad bin 'Ubadah setelah satu bulan."

HR. Tirmidzi 


Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Busr bin 'Ubaidullah dari Abu Idris Al Khaulani dari Watsilah bin Al Asqa' dari Abu Martsad Al Ghanawi berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah kalian shalat menghadap ke arahnya." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Hurairah, 'Amr bin Hazm dan Basyir bin Al Khashashah. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Abdullah bin Mubarak dengan sanad ini seperti di atas. Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr dan Abu 'Ammar berkata; telah mengabarkan kepada kami Al Walid bin Muslim dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Busr bin 'Ubaidullah dari Watsilah bin Al Asqa' dari Abu Mirtsad Al Ghanawi dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti di atas. dan di dalamnya tidak ada kata 'Dari Abu Idris' dan inilah yang sahih. Abu Isa berkata; "Muhammad berkata; 'Hadits Ibnu Mubarak salah, Ibnu Mubarak salah dan dia menambahkannya dari Abu Idris Al Khaulani, yang benar adalah Busr bin 'Ubaidullah dari Watsilah, demikian lebih satu orang yang meriwayatkan dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dan di dalamnya tidak ada sanad 'dari Abu Idris dan Busr bin 'Ubaidullah telah mendengar dari Watsilah bin Al Asqa'."

HR. Tirmidzi 
0 komentar

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka sama halnya dengan puasa sebulan penuh".

(HR. Tirmidzi)

IG : @islam_nasehat
Blog : www.islam-nasehat.tk


Hadits hadits tentang keutamaan puasa Sunnah.

Follow IG : @islam_nasehat

 Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam berwasiat kepadaku dengan tiga hal: Hendaknya saya tidak tidur kecuali setelah shalat witir, berpuasa tiga hari di pertengahan tiap bulan serta untuk selalu mengerjakan shalat dluha.

(HR. Tirmidzi)


=================================

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai Abu Dzar, jika kamu ingin berpuasa tiga hari pada tiap bulan, maka berpuasalah pada tanggal ke tiga belas, empat belas dan lima belas". 

(HR. Tirmidzi)
0 komentar

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Abdurrahman dan Ali bin Hujr keduanya berkata, Telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah dari Abdullah bin Urwah dari Urwah dari Aisyah ia berkata;



Sebelas wanita duduk-duduk kemudian berjanji sesama mereka untuk tidak mnyembunyikan sedikitpun seluk-beluk suami mereka. Wanita pertama berkata, "Suamiku adalah daging unta yang kurus, berada di puncak gunung yang sulit, tidak mudah didaki, dan tidak gemuk sehingga mudah diangkat." Wanita kedua berkata, "Suamiku? Aku tidak akan menyebarkan seluk-beluk tentang dirinya. Aku takut tidak bisa meninggalkannya jika aku menyebutnya, aku menyebutkan kebaikan dan keburukannya sekaligus." Wanita ketiga berkata, "Suamiku jangkung. Jika aku berkata, ia menceraikanku. Jika aku diam, ia menggantungkan (urusanku)." Wanita keempat berkata, "Suamiku sedang, seperti cuaca Gunung Tihamah. Ia tidak panas, dingin, menakutkan, dan membosankan." Wanita kelima berucap, "Suamiku? Jika ia masuk, ia seperti anak singa. Jika ia keluar, ia seperti singa. Ia tidak pernah bertanya apa yang ia ketahui." Wanita keenam mengemukakan, "Suamiku? Jika makan, ia mencampur semua jenis makanan. Jika minum, ia menghabiskan seluruh air. Jika tidur, ia berselimut. Ia tidak memasukkan telapak tangan untuk mengetahui kesedihan (tidak penyayang kepadanya)." Wanita ketujuh berkata, "Suamiku tidak tahu kemaslahatan dirinya dan bodoh. Baginya, semua penyakit adalah obat. Ia membelah kepalamu atau memecahkanmu, atau melakukan kedua-duanya terhadapmu." Wanita kedelapan berkata, "Suamiku halus sehalus kelinci dan harum seharum zarrab (tanaman yang harum)." Wanita kesembilan mengatakan, "Suamiku tinggi tiangnya, panjang bantuannya, besar asapnya, dan rumahnya dengan api." Wanita kesepuluh mengemukakan, "Suamiku adalah majikan dan tidak ada majikan sebaik dia. Ia mempunyai unta yang banyak sekali dan dekat pengembalaannya. Jika unta-unta tersebut mendengar suara rebana sebagai tanda kedatangan tamu, unta-unta tersebut merasa yakin bahwa mereka akan disembelih." Wanita kesebelas berkata, "Suamiku adalah Abu Zar'in. Tahukah kamu siapakah Abu Zar'in? Ia menggerak-gerakkan perhiasan kedua telingaku, memenuhi lemak kedua lenganku, dan membahagiakanku hingga jiwaku berbahagia. Ia mendapatiku di tempat pemilik kambing kecil di gunung kemudian membawaku ke pemilik kuda yang banyak, unta yang banyak, penggiling makanan, dan pengusir burung. Di tempatnya, aku berkata dan tidak menjelek-jelekkan, tidur hingga pagi, dan minum hingga puas. Ibu Abu Zar'in. siapakah ibu Abu Zar'in? Tempat makanannya besar dan rumahnya luas. Anak laki-laki Abu Zar'in. Siapakah anak laki-laki Abu Zar'in? Tempat tidurnya seperti pedang yang diambil dari sarungnya (ringan) dan ia dibuat kenyang dengan lengan kambing yang berusia empat bulan. Anak perempuan Abu Zar'in. Siapakah anak perempuan Abu Zar'in? Ia patuh kepada ayah ibunya dan membuat marah tetanggganya. Budak wanita Abu Zar'in. Siapakah budak wanita Abu Zar'in? Ia tidak merusak pembicaraan kami, tidak memindahkan warisan kami, dan tidak memenuhi rumah kami dengan kotoran seperti rumput. Abu Zar'in keluar sedang tempat-tempat susu digerak-gerakkan dengan keras, kemudian ia bertemu dengan seorang wanita bersama dua anaknya seperti anak singa yang sedang bermain di bawah pinggangnya dengan dua buah delima, kemudian Abu Zar'in menceraikanku dan menikahi wanita tersebut. Sesudahnya aku menikah dengan seorang laki-laki yang mulia, mengendarai dengan cepat, mengambil tombak, mengembalikan hewan ternak kepadaku, dan memberiku bau harum semuanya sepasang. Ia berkata, 'Makanlah hai Ummu Zar'in dan berilah makan keluargamu.' Jika aku kumpulkan semua yang diberikan suami keduaku tersebut, tidak mencapai bejana terkecil Abu Zar'in. Aisyah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Terhadapmu aku seperti Abu Zar'in terhadap Ummu Zar'in." berkata Abu Abdullah; berkata Sa'id bin Salamah dari Hisyam dan janganlah engkau penuhi rumah kami dengan sisa-sisa rumah (sampah). Abu Abdullah mengatakan, sebagian mengatakan "Maka aku minum hingga puas.". Dan ini lebih sahih.

HR. Bukhari

√ @islam_nasehat

√ Nasehat Islam


0 komentar

Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh dan Harmalah bin Yahya At Tujibi berkata Abu Ath Thahir: Telah menceritakan kepada kami,

sedangkan Harmalah berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahab telah mengkhabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu syihab telah mengkhabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah:

"Dan jika kalian khawatir tidak berlaku adil dalam masalah anak-anak yatim maka nikahilah (wanita-wanita) yang baik bagi kalian dua, atau tiga, atau empat." (An Nisaa`: 3) Aisyah berkata: Wahai keponakanku, itu maksudnya adalah seorang anak wanita yatim yang berada di bawah pengawasan walinya (dan) ia ikut (dalam tanggungan) hartanya lalu ia sang wali terkagum dengan harta dan kecantikan anak yatim itu kemudian sang wali ingin menikahinya dengan (niatan) tidak adil di dalam maharnya agar ia memberikannya sesuatu yang semisal dengan apa yang diberikan kepada selain dia, lalu mereka dilarang untuk menikahi mereka kecuali untuk berlaku adil bagi mereka dan agar mereka menyampaikan mahar yang lebih tinggi dan mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang baik bagi mereka selain anak-anak yatim.

Urwah berkata: Aisyah berkata: Kemudian orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setelah ayat ini tentang mereka (anak-anak yatim perempuan) lalu Allah 'azza wajalla menurunkan ayat: "Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita-wanita katakanlah: 'Allah yang berfatwa kepada kalian tentang mereka dan apa yang dibacakan atas kalian dalam Al Kitab tentang wanita-wanita yatim yang kalian tidak memberikan kepada mereka apa yang telah ditetapkan bagi mereka sedang kalian ingin menikahi mereka." (An Nisaa`: 127)

Aisyah berkata: Dan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala bahwasanya itu adalah yang dibacakan atas kalian dalam al-Qur'an pada ayat sebelumnya yang menyebutkan firman Allah: "Dan jika kalian khawatir untuk tidak berbuat adil dalam masalah anak-anak yatim maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagi kalian." (An Nisaa`: 3) Aisyah berkata: Dan firman Allah dalam ayat yang lain: "Sedang kalian ingin menikahi mereka, " (An Nisaa`: 127)

adalah ketidaksukaan salah seorang di antara kalian terhadap wanita yatim yang berada di bawah pengawasan kalian sedang ia sedikit hartanya dan kurang cantik. Karena itu, mereka dilarang menikahi karena apa yang mereka sukai dari harta dan kecantikan wanita-wanita yatim kecuali dengan keadilan karena ketidaksukaan mereka pada wanita-wanita yatim.

Telah menceritakan kepada kami Al Hasan Al Hulwani dan Abdu bin Humaid semuanya dari Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad telah menceritakan kepada kami ayahku dari Shalih dari Ibnu Syihab telah mengkhabarkan kepadaku Urwah bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah: "Dan jika kalian khawatir untuk tidak berbuat adil terhadap wanita-wanita yatim, " (An Nisaa`: 3)

ia menyebutkan hadits tersebut seperti hadits Yunus dari Az Zuhri dan ia menambahkan di akhirnya:

Karena ketidaksukaan mereka terhadap wanita-wanita yatim jika sedikit hartanya dan kurang cantik

HR. Muslim



Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah Al 'Amiriy Al Uwaisiy telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari Shalih dari Ibnu Syihab telah menceritakan kepadaku 'Urwah bahwa dia bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha. 

Dan Al Laits berkata, telah menceritakan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab be telah menceritakan kapadaku 'Urwah bin Az Zubair bahwa dia bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang firman Allah yang artinya: ("Jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil …. seterusnya hingga …empat-empat". (QS. An-Nisaa ayat 3), maka ia menjawab: "Wahai anak saudariku, yang dimaksud ayat itu adalah seorang anak perempuan yatim yang berada pada asuhan walinya, hartanya ada pada walinya, dan walinya ingin memiliki harta itu dan menikahinya namun ia tidak bisa berbuat adil dalam memberikan maharnya, yaitu memberi seperti ia memberikan untuk yang lainnya, maka mereka dilarang untuk menikahinya kecuali jika mereka bisa berbuat adil pada mereka, dan mereka memberikan mahar terbaik kepadanya, mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang baik untuk mereka selain anak-anak yatim itu". 'Urwah berkata, lalu 'Aisyah berkata, kemudian orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam setelah turunnya ayat ini; wayastaftuunaka finnisaa' (dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang para wanita) hingga firmanNya; watarghobuuna antankihuuhunna (dan kalian ingin menikahi mereka) dan yang disebutkan Allah pada firmanNya bahwa; yutla 'alaikum fil kitab (telah disebutkan untuk kalian di dalam Al Quran) ayat pertama yang Allah berfirman didalamnya ada kalimat; wa in khiftum allaa tuqsituu fil yataamaa fankihuu maa thaoba lakum minan nisaa' (jika kalian tidak bisa berbuat adil kepada anak-anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita yang baik untuk kalian), 'Aisyah berkata, dan firman Allah pada ayat yang lain; watarghobuuna an tankihuuhunna (dan kalian ingin untuk menikahi mereka) yaitu keinginan kalian untuk menikahi anak perempuan yatim yang kalian asuh ketika ia sedikit hartanya dan kurang menarik wajahya, maka mereka dilarang untuk menikahi mereka karena semata hartanya dan kecantikannya dari anak-anak perempuan yatim kecuali dengan adil disebabkan ketidak tertarikan mereka kepada perempuan yatim itu".

(HR. Bukhari)
0 komentar

Syarat Syarat Dibolehkannya Tayamum

1. Dalam perjalanan jauh

2. Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit

3. Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan

4. Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan

5. Air yang ada hanya untuk minum

6. Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat

7. Pada sumber air yang ada memiliki bahaya

8. Sakit dan tidak boleh terkena air

0 komentar

Kata tayamum menurut bahasa sama dengan al-qashdu yang berarti menuju, menyengaja. Menurut pengertian syara’ tayamum adalah menyengaja (menggunakan) tanah untuk menyapu dua tangan dan wajah dengan niat agar dapat mengerjakan shalat dan sepertinya. 

Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur) yaitu karena sakit, karena dalam perjalanan, dan karena tidak adanya air. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. 

Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadast, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadast hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada. Pensyari’atan tayamum ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S.An-Nisa’ayat 43, sebagai berikut: 





يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْـتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا  ۗ  وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰۤى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَآئِطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ  ۗ  اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا


Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati untuk jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.


[QS. An-Nisa': Ayat 43]



0 komentar

Hikmah Dibalik Ketatnya Aturan Islam Untuk Wanita

BETAPA ADILNYA ALLAH

Ramai wanita yang berkata bahawa susah menjadi wanita, lihat saja aturan-aturan dibawah ini :
-
1. Wanita auratnya lebih susah dijaga dibanding lelaki.
-
2. Wanita perlu minta izin dari suami apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
-
3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
-
4. Wanita menerima warisan lebih sedikit dari pada lelaki.
-
5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
-
6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada isterinya.
-
7. Talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
-
8. Wanita tersekat-sekat dalam beribadat kerana adanya masalah haid dan nifas.
-
9. dan lain-lain.
-
Tetapi…

PERNAHKAH KITA LIHAT RAHSIA DAN HIKMAHNYA ?
-
1. Benda yang mahal harganya akan dijaga rapi dan ditutupi serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti itulah intan permata bandingannya dengan seorang wanita.
-
2. Wanita perlu khidmat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib khidmat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapanya ?
-
3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah bahwa harta itu akan menjadi miliknya dan tidak perlu diserahkan kepada suami? Sementara suami apabila menerima warisan ia wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri dan anak-anaknya ?
-
4. Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi tahukah anda bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala mahluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH dimuka bumi ini, dan tahukah jika ia meninggal kerana melahirkan adalah syahid dan syurga menantinya.

Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap 4 wanita, yaitu : Isterinya, Ibunya, Anak Perempuannya dan Saudara Perempuannya. Artinya , bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki, iaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
-
5. Seorang Wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu mana saja yang disukainya cukup dengan 4 Syarat saja, yaitu : Solat 5 waktu, Puasa di bulan Ramadhan, taat kepada Suaminya dan menjaga kehormatannya.
-

1 komentar

Kisah Fatimah Az-Zahra dan gilingan gandum

Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anandanya Fathimah az-zahra rha. Didapatinya anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis.

Rasulullah SAW bertanya pada anandanya, “apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah SWT tidak menyebabkan matamu menangis”.

Fathimah rha. berkata, “ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis”.

Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi anandanya. Fathimah rha. melanjutkan perkataannya, “ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta ‘aliy (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah”.

Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya “Bismillaahirrahmaanirrahiim”. Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah SAW berkata kepada gilingan tersebut, “berhentilah berputar dengan izin Allah SWT”, maka penggilingan itu berhenti berputar.

Lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah SWT yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, “ya Rasulullah SAW, demi Allah Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah SWT suatu ayat yang berbunyi : (artinya) “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan”. Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka.

Rasulullah SAW kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, “bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam sorga”. Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.

Rasulullah SAW bersabda kepada anandanya, “jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat.

Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.

Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit.

Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.

Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.

Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do’akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah SWT.

Ya Fathimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah SWT akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.

Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.

Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat.

Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), “teruskanlah ‘amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang”.

Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyak-kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah SWT akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga serta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat”.

Waullohu’alam – Alloh lah yang maha tahu segala sesuatu dilangit dan dibumi juga yang ada dalam hati kita.

0 komentar

..Larangan Ngefans Artis Kafir..



Cintailah Rasulullah, cintailah sahabat, cintailah orang orang saleh. Karena kita akan dikumpulkan bersama orang yang kita cintai di akhirat nanti.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum, namun ia sendiri belum berjumpa dengan mereka. maka beliau menjawab: "Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya."

(HR. Ahmad)

0 komentar

10 Wasiat Rasulullah Kepada Puterinya Fatimah Az-Zahra

Indahnya kehidupan sebagai suami dan isteri. Dimana,setiap hebatnya seorang lelaki itu dibelakangnya ada seorang wanita yang juga cukup hebat.

Hebat bukan dari segi rupa paras yang cantik sahaja,bukan dari pangkat dan keturunan yang gah sahaja,bukan dari kerjanya yang bagus sahaja,tetapi hebat isterinya jika mampu taat kepada suaminya.

10 Wasiat Rasulullah SAW Kepada Puterinya Fatimah Az Zahra

Ya Fatimah, wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya pasti Allah akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji tepung, melenyapkan keburukan dan meningkatkan darjat wanita itu.

Ya Fatimah, wanita yang berpeluh ketika mengisar tepung (memasak makanan) untuk suami dan anak-anaknya nescaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.

Ya Fatimah, tiadalah seorang yang meminyakkan rambut anak-anaknya lalu menyikat dan mencuci pakaiannya melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang telanjang.

Ya Fatimah, tiadalah wanita yang tidak memberikan bantuan kepada jirannya, melainkan Allah akan menghalangnya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat kelak.

Ya Fatimah, yang lebih utama dari segala keutamaan adalah keredaan suami terhadap isteri. Andai suami tidak reda kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu, ketahuilah wahai Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.

Ya Fatimah, apabila wanita mengandung maka malaikat memohonkan keampunan baginya dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta menghilangkan seribu keburukan. Ketika wanita merasa sakit untuk melahirkan Allah menetapklan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Jika meninggal ketika melahirkan maka dia tidak membawa dosa sedikitpun.

Ya Fatimah tidaklah wanita yang tersenyum di hadapam suaminya melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

Ya Fatimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur suaminya dengan rasa senang hari melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya dan Allah mengampunkan dosanya yang lalu dan yang akan datang.

Ya Fatimah tidaklah wanita yang melayan suaminya selama sehari semalam dengan senang hati serta ikhlas melainkan Allah mengampunkan dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupaya pakaian yang serba hijau dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Allah memberikan pahala kepadanya pahala seratus kali beribadah haii dan umrah.

Ya Fatimah, tidaklah wanita yang meminyakkan kepala suaminya dan menyikatkanya, meminyakkan janggut dan memotong misainya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman yang didatangkan dari sungai-sungai syurga. Allah mempermudahkan sakaratul maut baginya serta kuburnya menjadi sebahagian taman-taman syurga. Allah membebaskannya dari siksa neraka serta dapat melintasi siratul mustakim dengan mudah.

0 komentar

Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Apakah ingin aku ajarkan pada kalian berdua sesuatu yang baik untuk kalian dan nilainya lebih baik dari seorang pembantu? dan sesuatu itu adalah ketika engkau hendak pergi tidur bacalah tiga puluh empat kali “Allah-u Akbar”dan tiga puluh tiga kali“Subhanallah” dan tiga puluh tiga kali “Alhamdulillah”. Kemudian Fathimah (as) mengangkat kepalanya dan dua kali(dalam riwayat lain tiga kali) berkata: “Aku rela dan senang dari Allah dan RasulNya.”.

Kisah Tentang Tasbih Fathimah Az-Zahra (sa)

Oleh: Sayyid Abd Hannan Yunus Assegaf

Tampak dari sebagian riwayat yang menegaskan bahwa Nabi besar Muhammad (saw) yang mengajarkan tasbih ini kepada putrinya yang tercinta Fathimah Zahra (as), dan setelah diajarkannya pun beliau dengan senantiasa dan terus menerus secara berkesinambungan membaca tasbih ini, sehingga tasbih ini dikenal dengan “Tasbih Fathimah Zahra” (as), dan memiliki keistimewaan tersendiri di sisi para Imam Ma’sum.

Bukti dari pernyataan di atas adalah sebuah riwayat hadits panjang, yang diriwayatkan oleh ketua ulama hadits Syekh Shoduq (ra), dalam kitabnya “Man La yahduruhul Fakih” .

Dinukil dari Amirul Mukminin Ali (as), yang berbunyi : “Telah diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali (as) kepada salah seorang dari kabilah Bani Saad, beliau bersabda:

“Maukah engkau mengetahui sedikit dari keadaan Fathimah (as), ketika beliau berada di rumahku, jika engkau menghendaki akan aku katakan?

Beliau walaupun seorang pribadi yang sangat dicintai oleh Rasulullah (saw), namun beliau masih tetap mengangkat air untuk keluarganya, sehingga tampak berbekas hitam di dadanya, dan begitu seringnya beliau menyapu rumahnya, sehingga banyak debu yang menempel dan melekat di bajunya, dan begitu sering beliau di depan tungku dengan api yang panas menyala, sehingga sebagian baju yang ia pakai berubah warnanya, bak seorang yang jatuh tertimpa musibah.” Aku katakan padanya: “Jika engkau datang menemui ayahmu dan meminta darinya seseorang yang dapat membantu meringankan pekerjaan rumahmu ini, itu akan lebih baik dan sangat bermanfaat.”

Kemudian Fathimah (as), pergi menemui ayahnya, namun ada beberapa orang yang sedang berbicara di sekitar Rasulullah (saw), melihat itu beliau urungkan niat untuk menemuinya dan kembali pulang ke rumahnya. Rasulullah tahu bahwa putri kesayangannya datang menemuinya untuk satu hajat, namun sebelum terpenuhi hajatnya, beliau kembali pulang.

Esok harinya Rasulullah datang ke rumah kami, dan ketika itu aku dan Fathimah masih sedang beristirahat. Nabi sebanyak tiga kali mengucapkan salam, kemudian kami berpikir kalau salam yang ketiga kalinya ini tidak kami jawab, maka beliau akan kembali pulang, karena sudah menjadi tradisi beliau, jika untuk meminta izin masuk, beliau mengucapkan salam sebanyak tiga kali, jika diizinkan masuk, beliau akan masuk dan jika tidak, beliau akan kembali pulang. Dan kami pun menjawabnya:

“Salam atasmu wahai utusan Allah, silakan masuk.” Rasulullah (saw) masuk dan duduk persis di samping kepala kami, kemudian bertanya kepada putrinya: “Wahai Fathimah, kemarin engkau datang menemuiku, katakanlah apa hajatmu.?

Karena malu Fathimah tak menjawab pertanyaan ayahnya. Kemudian aku merasa takut seandainya tidak aku jawab pertanyaan itu maka beliau akan beranjak pulang. Ketika beliau bangun dan berdiri hendak beranjak pergi, dengan cepat aku mengangkat kepalaku dan berkata:

“Wahai utusan Allah, akan aku katakan sesuatu padamu, bahwa sebenarnya Fathimah begitu sering mengangkat air untuk keluarganya, sehingga tampak berbekas hitam di dadanya, dan tak lepas beliau juga selalu menyapu rumahnya, sehingga banyak debu yang menempel dan melekat di bajunya, dan begitu seringnya beliau di depan tungku dengan api yang panas menyala, sehingga sebagian baju yang ia pakai warnanya berubah, bak seorang yang jatuh tertimpa musibah”.Aku katakan padanya:“Jika engkau datang menemui ayahmu dan meminta darinya seseorang yang dapat membantu meringankan pekerjaan rumahmu ini, itu akan lebih baik dan sangat bermanfaat.”

Kemudian Rasulullah (saw) bersabda:

“Apakah ingin aku ajarkan pada kalian berdua sesuatu yang baik untuk kalian dan nilainya lebih baik dari seorang pembantu? dan sesuatu itu adalah ketika engkau hendak pergi tidur bacalah tiga puluh empat kali “Allah-u Akbar” dan tiga puluh tiga kali “Subhanallah” dan tiga puluh tiga kali “Alhamdulillah”. Kemudian Fathimah (as) mengangkat kepalanya dan dua kali(dalam riwayat lain tiga kali) berkata: “Aku rela dan senang dari Allah dan RasulNya.”.(1)

Taklupa juga dikatakan bahwa riwayat di atas juga telah dinukil oleh beberapa ulama besar seperti Syek Baha-i dalam kitabnya “Miftahul Falah” , Alamah Majlisi dalam kitabnya “Biharul Anwar” dan Muhaddits Qummi dalam kitabnya “Baitul Ahzan”. Walaupun dengan sedikit perbedaan dalam beberapa teksnya. Sebagaimana Muhaddits Qummi menyebut zikir “Allah-u Akbar” di akhir bacaan bukan di awalnya. Begitu juga Ibnu Syahr-e Ăsyub dalam kitabnya “Manaqib Ăli Abi Thalib” yang mencantumkan riwayat tentang ajaran Rasul kepada putri kesayangannya Fathimah Zahra (as) secara ringkas, dan kepada para pembaca yang ingin mengkaji lebih dalam bisa merujuk kitab tersebut.(2)

Alamah Majlisi dalam kitab “Biharul Anwar” meriwayatkan dari kitab “Da’aimul Islam” bahwa saiyidina Ali (as) bersabda: “Sebagian raja dari orang-orang ‘azam mengirimkan hadiah para budak mereka untuk Rasulullah (saw), dan aku katakan pada Fathimah pergilah engkau untuk menemui ayahmu, dan mintalah darinya seorang pelayan yang dapat membantu meringankan pekerjaan rumahmu. Dan Fathimah pun menemui dan meminta kepada ayahnya seorang pembantu, kemudian Rasulullah kepadanya bersabda:

“Wahai Fathimah aku berikan sesuatu padamu, yang sesuatu itu nilainya jauh lebih baik dari pembantu yang engkau inginkan. Bahkan lebih baik dunia dan seisinya. Setelah engkau melaksanakan sholat, bacalah “Allah-u Akbar” tiga puluh empat kali, dan “Alhamdulillah” tiga puluh tiga kali dan juga “Subhanallah” tiga puluh tiga kali, dan tutuplah bacaan tadi dengan membaca “La ilaha illallah”(*dalam riwayat lain disebutkan untuk dibaca sebanyak seratus kali). Dan hal ini untukmu lebih baik dari sesuatu yang engkau inginkan, dan juga dari dunia dan seisinya. Maka Fathimah Zahra (as) pun melaksanakan apa yang dinasihatkan ayahnya, yaitu setelah melakukan sholat beliau senantiasa dan tak pernah lupa untuk membaca tasbih ini, sehingga tasbih ini dikenal dengan sebutan “Tasbih Fathimah Zahra as”.

(1) Kitab “Man La Yahdhuruhul Fakih” Jilid 1, hal 211

(2) Kitab “Manaqib Ăli Abi Thalib” Jilid 3, hal 341.


0 komentar

Siti Fatimah Az Zahra r.a mencapai puncak keremajaan dan kecantikannya ketika Islam dibawa Nabi Muhammad SAW sudah maju dan pesat di Madinah dan sekitarnya. Ketika itu Siti Fatimah Az Zahra r.a benar-benar telah menjadi anak gadis remaja. Keelokan parasnya banyak menarik perhatian. Tidak sedikit pemuda terhormat yang menaruh harapan ingin mempersuntingkan puteri Rasulullah SAW itu. Beberapa orang terkemuka dari kaum Muhajirin dan Ansar telah berusaha melamarnya. Menangani lamaran itu, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahawa baginda sedang menanti datangnya petunjuk dari Allah SWT mengenai puterinya itu. Pada suatu hari Abu Bakar As Siddiq r.a, Umar Ibnul Khattab r.a dan Saad bin Muaz bersama- sama Rasulullah SAW duduk dalam masjid baginda. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain persoalan puteri Rasulullah SAW. Ketika itu baginda bertanya kepada Abu Bakar As Siddiq r.a, “Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah itu kepada Ali bin Abi Talib?” Abu Bakar As Siddiq r.a menyatakan kesediaannya. Ia berangkat untuk menghubungi Sayidina Ali r.a. Sewaktu Sayidina Ali r.a melihat datangnya Abu Bakar As Siddiq r.a dengan tergopoh-gapah, ia menyambutnya dengan terperanjat kemudian bertanya, “Anda datang membawa berita apa?” Setelah duduk rehat sejenak, Abu Bakar As Siddiq r.a segera memperjelaskan persoalannya, “Wahai Ali, engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai lebih keutamaan dibandingkan dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian juga engkau adalah kerabat Rasulullah SAW. Beberapa orang Sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada baginda untuk dapat mempersuntingkan puteri baginda. Lamaran itu semuanya baginda tolak. Baginda menyatakan bahawa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah SWT. Akan tetapi, wahai Ali, apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut puteri baginda itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri? Kuharap semoga Allah dan Rasul-Nya akan menahan puteri itu untukmu.” Mendengar perkataan Abu Bakar r.a itu, mata Sayidina Ali r.a berlinang-linang. Menanggapi kata-kata itu, Sayidina Ali r.a berkata, “Wahai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang sebelumnya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa.” Abu Bakar r.a terharu mendengar jawapan Sayidina Ali r.a yang menyentuh perasaan itu. Untuk membesarkan dan menguatkan hati Sayidina Ali r.a, Abu Bakar berkata, “Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka!” Setelah berlangsung dialog seterusnya, Abu Bakar r.a berjaya mendorong keberanian Sayidina Ali r.a untuk melamar puteri Rasulullah SAW. Beberapa waktu kemudian, Sayidina Ali r.a datang menghadap Rasulullah SAW yang ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salamah. Mendengar pintu diketuk orang, Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah yang mengetuk pintu?” Rasulullah menjawab, “Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan ia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya!” Jawapan Nabi Muhammad SAW itu belum dapat memuaskan hati Ummu Salamah r.a. Ia bertanya lagi, “Ya, tetapi siapakah dia itu?” “Dia saudaraku, orang kesayanganku!” jawab Nabi Muhammad SAW. Tercantum dalam banyak riwayat, bahawa Ummu Salamah di kemudian hari mengisahkan pengalamannya sendiri mengenai kunjungan Sayidina Ali r.a kepada Nabi Muhammad SAW itu: “Aku berdiri cepat-cepat menuju ke pintu, sampai kakiku terhantuk-hantuk. Setelah pintu kubuka, ternyata orang yang datang itu ialah Ali bin Abi Talib. Aku lalu kembali ke tempatku semula. Dia masuk, kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasulullah SAW. Ia dipersilakan duduk di depan baginda. Ali bin Abi Talib menundukkan kepala, seolah-olah mempunyai maksud tetapi malu hendak mengutarakannya. Rasulullah mendahului berkata, “Wahai Ali, nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yang ada dalam fikiranmu. Apa saja yang engkau perlukan, akan kauperolehi dariku!” Mendengar kata-kata Rasulullah SAW itu, lahir keberanian Ali bin Abi Talib untuk berkata, “Maafkanlah aku, ya Rasulullah. Engkau tentu ingat bahawa engkau telah mengambil aku dari bapa saudara engkau, Abu Talib dan ibu saudara engkau, Fatimah binti Asad, ketika aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa. Sesungguhnya Allah telah memberi hidayah kepadaku melalui engkau juga. Dan engkau, ya Rasulullah, adalah tempat aku bernaung dan engkau jugalah yang menjadi wasilahku di dunia dan Akhirat. Setelah Allah membesarkan aku dan sekarang menjadi dewasa, aku ingin berumah tangga, hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku datang menghadap untuk melamar puteri engkau, Fatimah. Ya Rasulullah, apakah engkau berkenan menyetujui untuk menikahkan diriku dengannya?” Ummu Salamah membuka kisahnya: “Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda berkata kepada Ali bin Abi Talib, “Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kahwin?” “Demi Allah,” jawab Ali bin Abi Talib dengan terus terang, “Engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta.” “Tentang pedangmu itu,” kata Rasulullah menanggapi jawapan Ali bin Abi Talib, “Engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh kerana itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kahwin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah Azza wa Jalla sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!” Demikianlah riwayat yang diceritakan Ummu Salamah r.a. Setelah segala-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dengan disaksikan oleh para Sahabat, Rasulullah mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya: “Bahawasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kahwin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.” “Ya Rasulullah, itu kuterima dengan baik,” jawab Ali bin Abi Talib dalam pernikahan itu. Demikianlah berlakunya pernikahan antara dua orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW yakni puterinya, Siti Fatimah dan Sahabat yang jua merupakan sepupu baginda yakni Sayidina Ali. Rasulullah SAW mendoakan keberkahan atas perkahwinan itu. “ Semoga Allah menghimpunkan yang terserak daripada keduanya, memberkati mereka berdua dan semoga Allah meningkatkan darjat keturunan mereka menjadi pembuka rahmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat “

0 komentar

Terlalu banyak kemulian dan jasa Fatimah r.ha binti Muhammad yang tidak termampu untuk dinukilkan semuanya. Beliaulah puteri kepada penutup segala Nabi yang banyak mewarisi keindahan akhlak ayahandanya.

Lahirnya Si Puteri Bungsu

Saat Ummul Qura (Makkah) menyaksikan orang-orang Quraisy membaiki Kaabah, lahirlah puteri bongsu Rasulullah SAW. 5 tahun sebelum kenabian. Beliau sangat mirip dengan ayahandanya yang mulia. Disusui sendiri oleh bondanya. Tatkala masyarakat jahiliyah malu besar setiap kali menerima berita lahirnya anak perempuan, namun Rasulullah SAW sangat gembira dengan kelahiran puterinya. Mencintai dan menyayanginya dengan penuh tulus.

Didikan di Rumah Kenabian

Sekolahnya di rumah kenabian. Berguru langsung dengan penghulu segala murabbi, seorang Nabi. Daripada kecil sehinggalah menginjak remaja, beliau sentiasa menjadi yang terbaik. Sumber rujukannya adalah sumber yang terbaik. Ayahnya insan terbaik. Ibunya wanita terbaik. Mengalir daripada asuhan ibu bapa yang agung.

“Ibu Ayahnya”

Ketika masyarakat jahiliyah hidup dalam lumpur kejahatan yang hina, menyembah patung, mabuk arak, membunuh anak perempuan, namun Fatimah menyaksikan ayahnya tetap bersih terpelihara. Fitrah insan bencikan kejahatan. Apabila terbit sinar Islam menerangi tanah Arab dengan terutusnya Nabi akhir zaman, maka Fatimah tidak teragak-agak menyertai ibunya untuk menjadi generasi yang pertama beriman.

Kewafatan bonda tercinta, Khadijah al-Khuwailid, menyebabkan remaja puteri itu berperanan mengambil alih tugas ibunya. Apatah lagi kakak-kakaknya Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kalthum sudah berumah-tangga. Perjuangan ayahnya didokong habis-habisan. Kematangannya terserlah hinggakan para sahabat menggelarkannya, “Ibu ayahnya.” (Rujuk Nisaa ahlil bait, 533-534).

Imam Zarqani berkata, “Sehingga, tidak diperlukan pernyataan khusus untuk membuktikan bahawa mereka adalah generasi pertama yang memeluk Islam, kerana mereka tumbuh dalam bimbingan kedua orang tua yang penuh kasih sayang dan akhlak mulia. Dari ayahnya, Fatimah belajar semua akhlak mulia. Dari ibunya, Fatimah belajar kejernihan fikiran yang tidak dimiliki wanita lain.”

Berani Membela Nabi

Ibnu Ishaq berkata, “Orang-orang Quraisy benar-benar memusuhi Rasulullah dan orang-orang yang memeluk Islam. Mereka tidak henti-henti mendustakan Rasulullah, mengganggu dan melemparinya dengan batu. Mereka juga mengejek baginda sebagai tukang sihir, bomoh dan orang gila. Namun Rasulullah tetap menyebarkan kebenaran.” (Rujuk Sirah Ibnu Hisyam 1/238).

Abdullah bin Umar berkata, “Ketika Rasulullah SAW berada di halaman Kaabah, Uqbah bin Abu Mu’ith mendekati dan menarik bahu Rasullah SAW. Dicekik leher Rasulullah SAW dengan selendangnya. Abu Bakar datang lalu menarik bahu Uqbah supaya ia menjauh daripada Rasulullah SAW.” (Rujuk HR Bukhari, 3856).

Saidina Ali r.a. berkata, “Demi Allah tidak seorang pun dari kami yang berani mendekat kecuali Abu Bakar. Beliau menghalau orang-orang Quraisy itu dan menjauhkan daripada Baginda. (Rujuk Ghafir: 28).

Selain Saidina Abu Bakar r.a., Fatimah r.ha. tidak berpeluk tubuh tatkala melihat ayahnya diganggu dan dianiaya. Suatu kisah menyayat hati diceritakan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud, saat Rasulullah SAW sedang solat berdekatan Kaabah, Abu Jahal dan teman-temannya duduk berhampiran. Mereka saling mencabar,

“Siapa yang berani meletakkan najis unta di punggung Muhammad saat dia sujud?” Maka bergegaslah orang yang paling sengsara di antara mereka iaitu Uqbah bin Abu Mu’ith. (Rujuk Bukhari, 3186 dan Muslim 1794.)

Mereka ketawa berdekah-dekah. Rasulullah SAW tetap bersujud. Tiada siapa berani membela saat itu sehinggalah Fatimah r.ha. dengan beraninya datang membuang najis unta.

Rela Menahan Lapar, Iman Tidak Pudar

Tragedi pemulauan kaum muslimin amat menguji iman. Ketika itu kebencian kaum kafir Quraisy terhadap Rasulullah SAW kian memuncak. Sejarawan Suhaili merekodkan:

Jika ada rombongan pedagang datang ke Kota Makkah, beberapa orang Islam pergi ke pasar Makkah untuk membeli makanan buat ahli keluarga mereka. Namun Abu Lahab berkata dengan suara lantang,

“Wahai para pedagang, jika teman-teman Muhammad ingin membeli sesuatu, berikan harga yang sangat mahal agar mereka tidak dapat membelinya. Jangan takut tidak laku, aku yang akan membeli barang dagangan kalian.”

Lalu para pedagang itu menaikkan harga sangat tinggi. Orang-orang Islam pun tidak mampu membeli. Mereka tidak memperolehi makanan dan pakaian.

3 tahun orang-orang Islam melalui hari-hari yang penuh kelaparan di perbukitan. Fatimah r.ha. sabar dan teguh melalui kesulitan tempoh itu. Namun, parahnya ujian kelaparan membuatkan Fatimah r.ha jatuh sakit. Bondanya juga tenat menahan sakit.

Sakit Fatimah belum pulih, bondanya pula dijemput Ilahi. Kesedihan bertali arus. Gadis tabah itu tidak tenggelam dalam emosi. Beliau menggagahkan diri untuk terus bangkit mendokong perjuangan ayahanda tercinta habis-habisan.

Mengagumi Keberanian Ali r.a.

Penyiksaan demi penyiksaan makin tidak kenal belas kasihan. Selepas beberapa siri penghijrahan, akhirnya Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin berhijrah ke Madinah. Baginda menyusul kemudian, ditemani oleh Saidina Abu Bakar r.a. Peristiwa hijrah yang agung itu diatur dengan penuh strategi.

Fatimah r.ha tidak dapat melupakan keberanian Saidina Ali r.a. menggantikan tempat tidur ayahandanya. Peranan yang sangat penting dalam strategi hijrah kerana taruhannya adalah nyawa. Allah SWT juga tidak melupakan keberanian Saidina Ali r.a. menggantikan tempat tidur Nabi hingga menganugerahkan Fatimah r.ha. sebagai teman tidur hidupnya. Alangkah bertuahnya Ali.

Pernikahan yang Barakah

Di dalam buku Raudhatul Muhibbin wanuzhatul Musytaqin, karangan Ibnul Qayyim al-Jauziyah menyebut, puteri Nabi, Fatimah az-Zahra pernah dipinang oleh Saidina Abu Bakar dan Saidina Umar namun kedua-duanya ditolak oleh Rasulullah SAW. Kenapa ya? Rupa-rupanya, Rasulullah SAW tidak mahu semua puterinya dimadukan.

Pada tahun ke-2 hijrah, Saidina Ali r.a. menikahi Fatimah r.ha. Pernikahan barakah ini berlangsung setelah perang Badar. Demi memiliki cinta penghulu bidadari syurga, Saidina Ali r.a. menjual sebahagian barang miliknya termasuk peralatan perang. Semuanya bernilai 480 dirham.

Daripada jumlah itu, Rasulullah menyuruh menggunakan 2/3 daripadanya untuk membeli wangi-wangian dan 1/3 daripadanya untuk membeli pakaian. Rasulullah memasukkan wangi-wangian itu ke dalam bekas mandi dan menyuruh pengantin mandi dengan air itu.

Fatimah r.ha rela malah bahagia dinikahi oleh Saidina Ali r.a. meskipun hidup miskin. Biarpun maharnya rendah, dihadiahkan pula mahar itu kepada suami tercinta. Berpindahlah pengantin baru ke rumah suaminya yang tidak memiliki perabot. Rumah yang sangat sederhana. Hanya terdapat kulit biri-biri sebagai alas tidur, bantal berisi serabut tamar, penggiling gandum, ayakan dan sekantung susu. Letak rumah itu pula jauh daripada rumah Rasulullah SAW. (Rujuk Nisa’ Mubassirat bil Jannah: 209).

Rasulullah SAW berperanan sebagai mentua terbaik apabila memberikan nasihat yang panjang sebelum meninggalkan anak menantunya mengharungi bahtera rumah tangga bersama. Didekatkan pula anak menantu dengan keluarga baginda apabila memindahkan mereka berdekatan dengan rumah baginda iaitu di salah sebuah rumah pemberian Haritsah r.a. (Rujuk Suwar min hayatis sahabah, 40)

Rumah tangga suaminya diuruskan sendiri. Terserlah peribadinya sebagai seorang wanita yang sabar, taat beragama, baik, menjaga kehormatan, qana’ah dan sentiasa bersyukur kepada Allah SWT. (Rujuk al-Siyar: 2/119).

Zikir Fatimah

Kelelahan menguruskan tugas rumah tangga seharian, mendidik anak-anak, ditambah pula dengan tugas-tugas dakwah menyebabkan Fatimah r.ha teringin mempunyai seorang pembantu. Lagipun, kebetulan pada masa itu Islam mempunyai banyak tawanan perang.

Kelelahan Fatimah r.ha. bukan sedikit. Jika pada zaman ini, kita hanya perlu ke kedai untuk membeli sebuku roti namun Fatimah r.ha. perlu menggilingnya daripada biji-biji gandum, mengayak, mengadun dan membakarnya sendiri.

Dipendamkan dahulu niat memiliki pembantu biarpun beberapa kali menziarahi Rasulullah SAW kerana sangat pemalu untuk meminta daripada ayahandanya. Begitu juga suaminya. Namun lantaran berat beban ditanggung, Fatimah r.ha terpaksa meluahkan keperluannya itu pada suatu hari.

Kebetulan, kaum muslimin mempunyai beberapa orang tawanan perang yang boleh dijadikan hamba atau pembantu. Fatimah r.ha memohon salah seorang daripadanya. Permintaan itu tidak dikabulkan oleh Rasulullah.

Hal ini bukan kerana tidak elok memiliki pembantu rumah kerana semua isteri Rasulullahpun mempunyai pembantu rumah. Namun, selaku pemimpin yang adil, Rasulullah SAW lebih mengutamakan untuk memberi makan kepada golongan suffah (golongan merempat yang menumpang tinggal di masjid) dengan duit hasil jualan para tawanan tersebut. Fatimah r.ha. dan suaminya pulang dengan redha.

Tidak lama kemudian, Rasulullah SAW pula datang ke rumah puterinya. Imam al-Bukhari meriwayatkan bahawa Baginda bersabda,

“Mahukah ayah ajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang diminta? Jika hendak tidur, bacalah takbir 34 kali, tasbih 33 kali, tahmid 33 kali. Ini lebih baik daripada seorang pembantu.” Lalu, zikir ini terus menemani hayat Fatimah r.ha. Beliau dan suaminya memilih hidup zuhud dan sangat sederhana. (Rujuk Nisa’ Ahlil Bait: 550).

Membuktikan Wanita Berhak Mengizinkan atau Minta Dibebaskan Jika Suaminya Ingin Berpoligami

Suatu hari Saidina Ali r.a. dipinang oleh Abu Jahal untuk puterinya. Hal itu amat menyakitkan Fatimah r.ha. Apabila diadukan kepada ayahandanya, ternyata Rasulullah SAW juga terasa disakiti dengan apa yang menyakitkan puterinya. Baginda berdiri lalu berpidato, “Aku telah nikahkan Abu Ash bin Rabi’. Dia berkata kepadaku dengan jujur. Fatimah binti Muhammad adalah sebahagian daripadaku. Aku tidak suka orang-orang menyakitinya. Demi Allah, tidak akan berkumpul puteri utusan Allah dengan puteri musuh Allah pada seorang lelaki.”

Mishwar bin Makhramah pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda di atas mimbar, “Bani Hasyim bin Mughirah memintaku merestui pernikahan puteri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Aku tidak izinkan, dan aku tidak izinkan. Kecuali jika Ali menceraikan puteriku dan menikahi puteri mereka. Puteriku adalah bahagian daripadaku. Apa yang membuatnya gelisah juga membuatku gelisah, dan apa yang menyakitinya juga menyakitiku.” (Rujuk HR Muslim, 2449). Maka Ali r.a. menolak pinangan Abu Jahal.

Imam Nawawi berkata, dari hadis ini para ulama mengambil kesimpulan, “Tidak boleh menyakiti Rasulullah SAW walaupun pada perkara yang harus. Seperti peristiwa di atas, perkahwinan puteri Abu Jahal dengan Ali sebenarnya harus dilakukan tetapi Rasulullah SAW melarangnya dengan dua alasan: 1. Pernikahan itu akan menyakiti Fatimah, dan itu menyakiti Rasulullah. 2. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak baik pada Fatimah yang timbul dari rasa cemburu.” (Rujuk Syarhun Nawawi: 16/4).

Imam Bukhari RA berkata (hadis 5230): Qutaibah meriwayatkan kepada kami dari Laits dari Ibnu Abi Mulaikah dari Miswar ibn Makhramah dia berkata, saya mendengarkan Rasulullah SAW bersabda dari atas mimbar, "Sesungguhnya Bani Hisyam ibn Mughirah meminta izin untuk menikahkan puteri mereka dengan Ali ibn Abu Talib, maka aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan. Kecuali putera Abu Talib ingin menceraikan puteriku dan menikah dengan puteri mereka. Kerana dia adalah darah dagingku, membuat aku sedih apa yang menyedihkannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya."[1]

Ulama-ulama memberikan beberapa tafsiran terhadap hadis ini sebagaimana dipetik dalam kitab syarah hadis Bukhari yang paling terkenal iaiatu Fathul Bari 86/7, karangan Ibnu Hajar al-Asqalani. Antara tafsirannya ialah:

1. Puteri Abu Jahal tidak layak bersama Fatimah dalam satu darjat sebagai madu.

2. Difahami daripada konteks kisah ini Rasulullah telah mensyaratkan kepada Ali supaya tidak memadukan Fatimah r.ha. Rasulullah SAW menyebut menantunya yang lain telah menunaikan janji mereka. Jelas sekali bahawa menantu yang lain memenuhi satu syarat iaitu tidak memadukan puteri Rasulullah sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Dia berkata kepadaku, dia jujur kepadaku, dia berjanji kepadaku maka dia memenuhi janjinya.” Berkata al-Hafiz Ibnu Hajar, “Dia berkata kepadaku, dia jujur kepadaku.” Ia seperti syarat ke atas dirinya supaya tidak memadukan Zainab. Begitu juga Ali r.ha., jika dia tidak berbuat begitu juga (memenuhi syarat itu) ia mungkin lupa pada syarat itu, maka didatangkanlah dalam khutbah (untuk mengingatkannya). Ataupun mungkin tidak berlaku pun syarat seandainya tidak dijelaskan bahawa itu suatu syarat, tetapi menjadi kemestian ke atasnya meraikan ketetapan ini. Oleh sebab itulah berlakunya cercaan (ke atas kesalahannya supaya dibetulkan).

3. Meraikan hak Fatimah r.ha. Dia ketiadaan ibu dan kakak sebagai tempat bergantung, penghilang kesedihan dan menjadi peneman. Dia kehilangan ibu kemudian kakak-kakaknya seorang demi seorang, dan tidak tinggal seorangpun yang dapat ia bermanja dan dapat menjadi peringan beban masalahnya jika nanti dia cemburu.

Realiti hari ini, masih wujudkah bapa sewibawa Rasulullah SAW dalam memahami dan membela rasa hati puterinya?

Setiap Yang Berhak Boleh Menyuarakan Haknya

Setelah kewafatan ayahandanya, Rasulullah SAW, Fatimah r.ha meminta daripada Abu Bakar r.a. sebahagian harta warisan Nabi. Walaupun Rasulullah telah mengkhabarkan awal-awal kepadanya bahawa usianya paling dekat menyusuli kematian baginda namun hak tetap hak. Fatimah masih menuntutnya walaupun tahu beliau sudah dekat hendak mati.

Abu Bakar menegaskan bahawa, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Kami para Nabi tidak mewariskan harta. Apa yang ditinggalkan adalah untuk disedekahkan.” (Rujuk HR Bukhari).

Abu Bakar berpegang dengan hujah ini. Manakala Fatimah juga mempunyai hujahnya yang tersendiri. Kedua-duanya dalam daerah pahala kerana mempertahankan sesuatu dengan hujah yang benar bukan mengikut nafsu. Perbezaan pendapat itu lumrah. Fatimah al-Zahra tetap lantang menyuarakan haknya kepada Abu Bakar untuk mewarisi sebidang tanah.

Ketika Fatimah r.ha jatuh sakit, tidak lama selepas kewafatan ayahandanya, Abu Bakar datang meminta redhanya sehingga Fatimah meredhainya. (Ibnu Hajar menyebutkan hadis ini yang disandarkan ke Baihaqi yang berkata, “Meskipun hadis ini mursal, tapi sanadnya ke Sya’bi tetap sahih. (Fathul Bari: 6/139).”

Teladan kita ini menunjukkan contoh bahawa walaupun dalam Islam, menunaikan tanggung jawab lebih utama daripada menuntut hak, tapi, itu tidak bermakna Islam menghalang menyuarakan hak. Maka, berlumba-lumbalah kita menunaikan tanggung jawab. Dalam masa yang sama, menghargai hak kita dan menghormati sesiapa yang menuntut haknya.

Perginya Bunga Agama

Pada hari Selasa, 3 Ramadhan tahun ke-11 Hijriah, selepas enam bulan kewafatan Rasulullah SAW, Fatimah r.ha pulang ke rahmatullah dengan tenang dan bahagia. Suaminya mengalirkan air mata. Begitu juga anak-anaknya yang amat mencintainya, Hassan, Hussain, Zainab dan Ummu Kulthum. (Ada riwayat mengatakan puteri-puterinya bernama Zainab al-Kubra dan Zainab al-Asghar).

Umat Islam membanjiri Masjid Nabawi. Solat jenazah dipimpin oleh Saidina Ali r.a. dan kali kedua dipimpin oleh Abbas bin Abdul Mutallib r.a. Bunga agama itu lalu dimakamkan di perkuburan Baqi’ bersebelahan dengan makam saudara-saudaranya, Zainab r.a., Ruqayyah r.a. dan Ummu Kalthum r.a. (Rujuk Nisa’ Ahlul Bait: 601-603).

[1] Hadis sahih dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2449), Abu Daud (2071), Turmudzi, Ibnu Majah (1998), Nasa`i di dalam al-Fadhâ`il (265) dan di dalam al-Khashâ`ish (130), dan Imam Ahmad (4/328), dan di dalam kitab Fadhâ`il al-Sahabat (Keutamaan Sahabat) (1328).

2 komentar

Kisah Cinta Saidina Ali dan Siti Fatimah Az-Zahrah.

Dipendamkan di dalam hatinya, yang tidak diceritakan kepada sesiapa tentang perasaan hatinya. Tertarik dirinya seorang gadis, yang punya peribadi tinggi, paras yang cantik, kecekalan yang kuat, apatah lagi ibadahnya, hasil didikan ayahnya yang dicintai oleh umat manusia, yakni Rasulullah S.A.W. Itulah Fatimah Az-Zahrah, puteri kesayangan Nabi Muhammad, serikandi berperibadi mulia. Dia sedar, dirinya tidak punya apa-apa, untuk meminang puteri Rasulullah. Hanya usaha dengan bekerja supaya dapat merealisasikan cintanya. Itulah Ali, sepupu baginda sendiri. Sehingga beliau tersentap, mendengar perkhabaran bahawa sahabat mulia nabi, Abu Bakar As-Siddiq, melamar Fatimah.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji kerana merasa apalah dia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin dia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali?Dari segi kewangan, Abu Bakar sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah.’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Namun, sinar masih ada buatnya. Perkhabaran diterima bahawa pinangan Abu Bakar ditolah baik oleh Nabi. Ini menaikkan semangat beliau untuk berusaha mempersiapkan diri. Tapi, ujian itu bukan setakat disitu, kali ini perkhabaran lain diterima olehnya. Umar Al-Khatab, seorang sahabat gagah perkasa, menggerunkan musuh islam, dan dia pula cuba meminang Fatimah. Seorang lelaki yang terang-terangan mengisytiharkan keislamannya, yang nyata membuatkan muslimin dan muslimat ketika itu yang dilanda ketakutan oleh tentangan kafir quraisy mula berani mendongak muka, seorang lelaki yang membuatkan syaitan berlari ketakutan.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar”. Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Ali redha kerana dia tahu Umar lagi layak darinya. Tetapi, sekali lagi peluang terbuka, tatkala perkhabaran diterimanya, bahawa pinangan Umar juga ditolak. Bagaimanakah sebenarnya menantu pilihan nabi, sedangkan dua sahabat baginda turut ditolak peminangannya?

Pada suatu hari Abu Bakar As-Shiddiq r.a. Umar Ibnul Khatab r.a. dan Sa’ad bin Mu’adz bersama-sama Rasul Allah s.a.w. duduk dalam masjid. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain persoalan puteri Rasul Allah s.a.w. Saat itu baginda bertanya kepada Abu Bakar As-Shiddiq r.a “Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah itu kepada Ali bin Abi Thalib?”

Abu Bakar As-Shiddiq menyatakan kesediaanya. Ia beranjak untuk menghubungi Ali r.a. Sewaktu Ali r.a. melihat datangnya Abu Bakar As-Shiddiq r.a. dgn tergopoh-gopoh dan terperanjat ia menyambutnya kemudian bertanya: “Anda datang membawa berita apa?”

Setelah duduk beristirahat sejenak Abu Bakar As-Shiddiq r.a. segera menjelaskan persoalannya: “Hai Ali engkau adalah orang pertama yg beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai keutamaan lebih dibanding dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula engkau adalah kerabat Rasul Allah s.a.w. Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada baginda untuk mempersunting puteri beliau. Lamaran itu telah beliau semua tolak. Beliau mengemukakan bahawa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah s.w.t. Akan tetapi hai Ali apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut puteri beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri? Kuharap semoga Allah dan RasulNya akan menahan puteri itu untukmu.”

Mendengar perkataan Abu Bakar r.a. mata Saidina Ali r.a. berlinang air mata. Menanggapi kata-kata itu, Ali r.a. berkata: “Hai Abu Bakar, anda telah membuatkan hatiku bergoncang yang semulanya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah aku memang menghendaki Fatimah tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa.”

Abu Bakar r.a. terharu mendengar jawapan Ali itu. Untuk membesarkan dan menguatkan hati Imam Ali r.a. Abu Bakar r.a. berkata: “Hai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan belaka!”

Setelah berlangsung dialog seperlunya Abu Bakar r.a. berhasil mendorong keberanian Imam Ali r.a. untuk melamar puteri Rasul Allah s.a.w.

Beberapa waktu kemudian Saidina Ali r.a. datang menghadap Rasul Allah s.a.w. yg ketika itu sedang berada di tempat kediaman Ummu Salmah. Mendengar pintu diketuk orang, Ummu Salmah bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: “Siapakah yg mengetuk pintu?” Rasul Allah s.a.w. menjawab: “Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yang dicintai Allah dan RasulNya dan ia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya!”

Jawapan Nabi Muhammad s.a.w. itu belum memuaskan Ummu Salmah r.a. Ia bertanya lagi: “Ya tetapi siapakah dia itu?”

“Dia saudaraku orang kesayanganku!” jawab Nabi Muhammad s.a.w.

Tercantum dalam banyak riwayat bahawa Ummu Salmah di kemudian hari mengisahkan pengalamannya sendiri mengenai kunjungan Saidina Ali r.a. kepada Nabi Muhammad s.a.w. itu: “Aku berdiri cepat-cepat menuju ke pintu sampai kakiku terantuk-antuk. Setelah pintu kubuka ternyata orang yang datang itu ialah Ali bin Abi Thalib. Aku lalu kembali ke tempat semula. Ia masuk kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasul Allah s.a.w. Ia dipersilakan duduk di depan beliau. Ali bin Abi Thalib menundukkan kepala seolah-olah mempunyai maksud tetapi malu hendak mengutarakannya.

Rasul Allah mendahului berkata: “Hai Ali nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yang ada dalam fikiranmu. Apa saja yang engkau perlukan akan kau peroleh dariku!”

Mendengar kata-kata Rasul Allah s.a.w. yang demikian itu lahirlah keberanian Ali bin Abi Thalib untuk berkata: “Maafkanlah ya Rasul Allah. Anda tentu ingat bahawa anda telah mengambil aku dari pakcikmu Abu Thalib dan makcikmu Fatimah binti Asad di kala aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa.

Sesungguhnya Allah telah memberi hidayat kepadaku melalui anda juga. Dan anda ya Rasul Allah adl tempat aku bernaung dan anda jugalah yang menjadi wasilahku di dunia dan akhirat. Setelah Allah membesarkan diriku dan sekarang menjadi dewasa aku ingin berumah tangga; hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku datang menghadap untuk melamar puteri anda Fatimah. Ya Rasul Allah apakah anda berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dengan Fatimah?”

Ummu Salmah melanjutkan kisahnya: “Saat itu kulihat wajah Rasul Allah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum beliau berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kahwin?” .

“Demi Allah” jawab Ali bin Abi Thalib dengan terus terang “Anda sendiri mengetahui bagaimana keadaanku tak ada sesuatu tentang diriku yg tidak anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi sebilah pedang dan seekor unta.”

“Tentang pedangmu itu” kata Rasul Allah s.a.w. menanggapi jawapan Ali bin Abi Thalib “engkau tetap memerlukannya untuk perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu buat keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh kerana itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kahwin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah ‘Azza wa*jalla sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!” Demikian riwayat yang diceritakan Ummu Salmah r.a.

Setelah segala-galanya siap dengan perasaan puas dan hati gembira dgn disaksikan oleh para sahabat Rasul Allah s.a.w. mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya: “Bahwasanya Allah s.w.t. memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas dasar mas kahwin 400 dirham. Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.”

“Ya Rasul Allah, itu kuterima dgn baik” jawab Ali bin Abi Thalib r.a. dalam pernikahan itu.

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Seperti ’Ali.

Ia mempersilakan.

Atau mengambil kesempatan.

Yang pertama adalah pengorbanan.

Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Puteri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan, bahwa suatu hari, Fathimah berkata kepada ‘Ali:

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”

‘Ali terkejut dan berkata, “Jikalau begitu, mengapakah engkau mahu menikah denganku? Dan Siapakah pemuda itu”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, kerana pemuda itu adalah Dirimu”

0 komentar

Menyingkap kisah keberkatan kalung Fatimah az-Zahra'

Pengorbanan ikhlas anak Rasulullah bantu lelaki miskin hasilkan ganjaran berlipat ganda

DIRIWAYATKAN, setelah selesai solat berjemaah, Rasulullah SAW duduk dan sahabat mengelilingi Baginda, tiba-tiba datang seorang tua yang hampir tidak berdaya menupang tubuhnya kerana lapar.

Orang tua itu berkata: “Ya Rasulullah, aku kelaparan, berilah aku makan, aku tidak punya pakaian, berilah aku pakaian, dan aku miskin, berilah aku kecukupan.” Rasulullah yang dermawan itu berkata: “Aku tidak punya apa-apa pun untukmu, akan tetapi orang yang memberi petunjuk kepada kebaikan ganjarannya sama dengan orang yang melakukannya, kerana itu cubalah datang ke rumah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, tentu dia akan mendahului Allah berbanding dirinya sendiri, pergilah ke rumah Fatimah, wahai Bilal, tolong hantarkan ia ke rumah Fatimah.”

Bertolaklah mereka ke rumah puteri Rasulullah yang mulia Fatimah az-Zahra. Setiba di depan rumah Fatimah, dia memanggil dengan suara keras: “Assalamualaikum wahai keluarga Nabi SAW, keluarga di mana Jibril AS menurunkan al-Quran daripada Tuhan semesta alam.”

Setelah menjawab salam, Fatimah bertanya: “Siapakah bapa?” Ia menjawab: “Aku orang tua dari suku Arab Badwi, aku telah bertemu ayahmu, pemimpin umat manusia, sementara aku wahai puteri Rasulullah adalah orang yang tidak berpakaian, lapar dan miskin, bantulah aku, semoga Allah memberkatimu.”

Ketika itu, Rasulullah dan keluarga Baginda sedang mengalami kesulitan sama, sejak tiga hari lalu mereka belum makan. Rasulullah pun mengetahui keadaan mereka, maka Fatimah pun mengambil kulit kambing yang biasa diguna pakaikan oleh Hassan dan Hussain untuk alas tidur kedua-duanya.

“Ambillah ini, semoga bapa mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripadanya,” kata Fatimah sambil memberikan kulit itu. Orang tua itu berkata: “Wahai puteri Nabi, aku mengadukan keadaanku yang lapar, tapi engkau hanya memberi kulit kambing ini? Apa yang aku perbuat dengan kulit ini?

Mendengar kata orang tua itu, Fatimah mengambil kalung yang dipakainya dan hanya itulah satu-satunya milik yang paling berharga, diserahkannya kalung itu sambil berkata: “Ambillah ini dan juallah. Semoga Allah memberimu sesuatu yang lebih baik.”

Orang itupun menerima kalung itu dengan gembira lalu pergi ke masjid untuk menemui Rasulullah. Setibanya di masjid dia mengatakan kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, Fatimah puterimu telah memberikan kalung ini dan ia berkata: “Juallah kalung ini, semoga Allah memberimu sesuatu yang lebih baik.”

Mendengar itu, Rasulullah SAW pun menangis. Ammar pun berdiri seraya berkata: “Ya Rasulullah apakah anda mengizinkanku untuk membeli kalung itu?” Rasulullah menjawab: “Belilah wahai Ammar, sekiranya jin dan manusia ikut membelinya tentu Allah tidak akan menyiksa mereka dengan api neraka.” Ammar bertanya: “Dengan harga berapa engkau akan menjual kalung itu wahai saudaraku?”

Orang itu menjawab: “Seharga roti dan daging yang akan menghilangkan rasa laparku, selembar kain Yaman yang akan menutupi auratku agar aku dapat solat menghadap Tuhanku, dan satu dinar wang untuk pulang menemui keluargaku.”

Kemudian Ammar menjual bahagian harta rampasan perang yang didapati daripada Rasulullah, tidak ada yang tersisa sedikitpun, ia berkata kepada orang Arab Badwi itu: “Anda akan saya beri wang 20 dinar dan 200 dirham, sehelai kain Yaman, kenderaan untuk menghantar kamu sampai ke rumah dan rasa kenyang daripada roti dan daging.”

Orang itu berkata: Wahai, betapa pemurahnya tuan ini. Semoga Allah memberkati anda wahai tuan yang mulia.”

Ammar mengajak orang tua itu ke rumahnya dan memberikan semua yang dijanjikan kepadanya. Kemudian orang itu menjumpai Nabi SAW, yang kemudian berkata: “Sudahkah bapa kenyang dan berpakaian?” Orang itu berkata: “Sudah Ya Rasulullah, bahkan demi Allah, aku menjadi orang yang kaya saat ini.” Rasulullah bersabda bermaksud: “Jika demikian, balaslah Fatimah atas perbuatannya.”

Orang itu berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan, kami tidak mengabdikan melainkan hanya pada-Mu. Ya Allah, berilah kepada Fatimah hal yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terbayang oleh hati manusia.”

Rasulullah SAW mengaminkan doa orang itu lalu menjumpai sahabat seraya berkata: “Sesungguhnya Allah telah memberikan hal itu kepada Fatimah di dunia, demikian itu kerana aku adalah ayahnya, tidak ada seorang pun yang seperti denganku. Ali adalah suaminya, tidak ada orang yang sebanding dengannya. Allah juga memberinya Hassan dan Husain, tidak ada manusia yang seperti dengan kedua-duanya di alam ini, kedua-duanya adalah pemimpin pemuda syurga.”

Di antara sahabat mulia yang hadir ketika itu adalah Miqdad Ibnu Amr, Ammar, Bilal, dan Salman RA. Rasulullah bertanya: “Mahukah aku tambah lagi?” “Mahu Ya Rasulullah.”

Jawab mereka singkat. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Baru saja malaikat Jibril datang padaku dan berkata: “Jika Fatimah telah dipanggil oleh Allah dan saat di kuburnya akan ditanya, siapa Tuhanmu? Maka dia menjawab: Tuhanku adalah Allah, kemudian ditanya: Siapakah Nabimu? Maka ia akan menjawab: Nabiku adalah ayahku. Siapa yang berziarah kepadaku setelah wafatku seolah-olah dia mengunjungiku pada waktu hidupku, dan siapa yang berziarah kepada Fatimah, seakan-akan dia berziarah kepadaku.”

Ammar pulang ke rumahnya mengambil kalung itu lalu menitikkan minyak wangi dan membungkusnya dengan kain Yaman. Dia memiliki seorang hamba yang bernama Sahmun yang dibeli dari ghanimah ketika Perang Khaibar. Kalung itu diserahkan kepada hambanya seraya berkata: “Berikan ini kepada Rasulullah dan engkau aku hadiahkan untuk Baginda.”

Hamba itupun mengambil bungkusan kalung itu dan membawanya kepada Rasulullah lalu menyampaikan apa yang dikatakan Ammar. Rasulullah bersabda bermaksud: “Pergilah kepada Fatimah, berikan kalung itu kepadanya dan engkau menjadi miliknya.”

Pergilah hamba itu menyampaikan apa yang dikatakan Rasulullah kepada Fatimah. Fatimah lalu menerima kalung itu, kemudian membebaskan Sahmun daripada kedudukannya sebagai seorang hamba. Sahmun pun tertawa.

Fatimah bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa Ya ghulam? Sahmun berkata: “Betapa besarnya keberkatan kalung ini, inilah yang membuatku tertawa. Kalung ini telah mengenyangkan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang telanjang, menjadikan kaya orang yang miskin, dan memerdekakan seorang hamba, akhirnya kalung ini kembali kepada pemiliknya.”

0 komentar