View project Read more

Laksanakanlah sholat wajib dan Sunnah untuk mengingat Allah. Sholat wajib dilaksanakan di masjid dan sholat Sunnah diusahakan Dirumah saja.


Mari kita jaga sholat kita, karena sholat adalah amalan yang pertama kali dihisab.

Dan sebagai seorang muslim kita wajib untuk Menjalankan sholat 5 waktu. Jangan sampai kita giat Menjalankan amalan yang sebenarnya tidak wajib dan Sunnah. Cuma karena ada unsur Ngaji dan sebagainya itu dianggap baik, padahal tidak ada tuntunannya dalam syariat agama. Dan parahnya, pelaku bidah Bid'ah itu meninggalkan shalat wajib. 


Sungguh kezaliman yang nyata, dan ketika diingatkan malah bilang ini kan amalan bagus Ngaji bla bla bla.. tapi berani meninggalkan shalat wajib yang notabene perintah Allah pada Rasulullah. Junjungan kita.


اِنَّنِيْۤ اَنَا اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ  اَنَا فَاعْبُدْنِيْ  ۙ  وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah sholat untuk mengingat Aku.

(QS. Ta-Ha: Ayat 14)


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah satu dari kalian menghadiri sholat di masjid maka berikan bagian di rumahnya juga, sesungguhnya Allah 'azza wajalla memberikan kebaikan di rumahnya dari sholat itu".

HR. Ahmad 
4 komentar

Nasehat Islam Berikut adalah cara membagi membaca Al-Quran ala Rasulullah, Dan yang paling cepat sampai Khatam adalah seminggu / 7 Hari.

dari Abdullah bin 'Amru bahwa dia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Berapa lamakah Al Qur'an di baca (hingga khatam)?" beliau bersabda: "Dalam jangka waktu empat puluh hari." Kemudian beliau bersabda: "Dalam jangka waktu sebulan." Kemudian beliau bersabda: "Dalam jangka waktu dua puluh hari." Kemudian beliau bersabda: "Dalam jangka waktu lima belas hari." Kemudian beliau bersabda: "Dalam jangka waktu sepuluh hari." Kemudian beliau bersabda: "Dalam jangka waktu tujuh hari, dan tidak kurang dari tujuh hari."

Hadits Riwayat Abu Daud


seorang laki-laki datang kepada Ibnu Mas'ud seraya berkata; "Aku biasa membaca Al Mufashal (dari surat Qaaf atau Al Hujurat sampai an Naas) dalam satu raka'at." 

Maka Ibnu Mas'ud berkata; "Apakah membaca al Qur'an itu seperti melantunkan sya'ir atau prosa prosa tentang runtuhnya kurma dari pohonnya? Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa membaca surat-surat yang sepadan, dua surat dalam satu raka'at, yaitu An Najm dan Ar Rahman dalam satu raka'at."Iqtarabat" dan "Al Haqqah" dalam satu raka'at."At Thur" dan "Adz Dzariyat" dalam satu raka'at."Idza Waqa'at" dan "Nuun" dalam satu raka'at."sa`ala saa`ilu" dan "wan naazi'aati" dalam satu raka'at."wailul lil muthaffifin" dan "abasa" dalam satu raka'at."Al Mudattsir" dan "Al Muzammil" dalam satu raka'at."Hal attaa" dan "Laa uqsimu bi yaumil Qiyaamah" dalam satu raka'at."Amma yatasaa`alun" dan "Wal mursalaati" dalam satu raka'at."Ad dukhaan" dan "Idzas syamsu kuwwirat" dalam satu raka'at." Abu Daud berkata; "Ini adalah tulisan Ibnu Mas'ud rahimahullah."

Hadits Riwayat Abu Daud 
4 komentar

Cara Menghapus Dosa Dengan Menjawab Mu'adzin 


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa ketika mendengar mu'adzin lalu mengucapkan: 

"WA ANA ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLAALLAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAH WA ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASUULUHU RADLIITU BILLAHI RABBAN WA BI MUHAMMADIN RASUULAN WA BIL ISLAMI DIINAN

(Aku bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku rela Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agama),

 maka dosa-dosanya akan diampuni."

(HR. Tirmidzi)
2 komentar

Semua hadits Diriwayatkan oleh Imam Muslim

dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu "Bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam melihat dahak pada dinding arah kiblat masjid. Lalu beliau menghadap kepada orang-orang seraya bersabda, 'Bagaimana pendapat kamu semua, ada orang sedang shalat menghadapi Rabbnya, lalu dia meludah ke hadapanNya? Senangkah kamu jika kamu sedang dihadapi seseorang, lalu orang itu meludahi mukamu? Karena itu jika salah seorang dari kalian meludah ketika shalat, maka hendaklah dia meludah ke kiri atau ke bawah kakimu. Jika itu tidak mungkin, maka hendaklah dia mengatakan demikian, lalu al-Qasim memberikan gambaran contohnya, lalu dia meludah ke sapu tanganmu, kemudian mengusap sebagiannya pada sebagian yang lain."




dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, 'Apabila salah seorang dari kalian di dalam shalat maka dia sedang bermunajat kepada Rabbnya, janganlah dia meludah di hadapannya, dan jangan pula di samping kanannya, akan tetapi hendaklah di sebelah kirinya di bawah kakinya'."

dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, 'Meludah dalam masjid adalah suatu dosa. Dan penebus (dosanya) adalah dengan cara memendamnya (menguburnya)."

4 komentar


DIHYAH al Kalbi RA adalah seorang sahabat yang mempunyai wajah, janggut (jenggot), perawakan dan usia yang menyerupai Malaikat Jibril AS saat berwujud sebagai manusia. Usai perang Khandaq, dimana Nabi SAW dan para sahabat beristirahat, datanglah Malaikat Jibril AS dalam wujud manusia menemui Nabi SAW dan berkata, “Apakah engkau telah meletakkan senjata?Jangan demikian! Para malaikat sama sekali belum meletakkan senjata! Keluarlah engkau menuju Bani Quraizhah, dan perangilah mereka!”

Ketika Nabi SAW melewati Bani Ghanm, penduduk sekitar masjid yang dilewati kalau menuju rumah beliau, beliau bertanya tentang siapa yang baru saja lewat, merekapun berkata, “Telah melewati kami, Dihyah bin Kalbi!”

Dalam riwayat lain disebutkan, saat itu Nabi SAW sedang bersama istri beliau, Ummu Salamah RA, Malaikat Jibril datang kepada Nabi SAW dalam wujud manusia. Setelah Malaikat Jibril berlalu, Nabi SAW bertanya kepada istrinya itu tentang siapa tamu yang baru datang, Ummu Salamah menjawab, “Dia adalah komandan tentara, Dihyah…”

Nabi SAW tersenyum dan menjelaskan bahwa tamu tersebut adalah Malaikat Jibril AS.


Inilah kesaksian tentang kesamaan Dihyah al Kalbi dengan penjelmaan Malaikat Jibril sebagai manusia.


Dihyah al Kalbi RA diutus Nabi SAW untuk menemui Kaisar Romawi, Hiraqla (secara umum dikenal dengan nama Hiraklius) dengan membawa suratNabi SAW tentang ajakan untuk masuk Islam. Surat yang dibacakan di dalam majelis Kaisar Hiraqla, juga dihadiri Abu Sufyan dan teman-temannya yang sedang berdagang di Syam, tidak memperoleh tanggapan positif dari pembesar-pembesar Romawi yang hadir. Sedangkan Hiraqla sendiri melihat adanya kebenaran atas apa yang diserukan Rasulullah SAW, apalagi setelah tanya jawabnya yang panjang lebar dengan Abu Sufyan tentang pribadi dan latar belakang kehidupan Nabi SAW.

Hiraqla memanggil Uskup kotaIliya di Syam, Ibnu Nathur, yang biasanya menjadi rujukan dalam soal keagamaan, dan juga mendatangkan Dihyah al Kalbi dalam pertemuan tersebut. Ibnu Nathur ini di samping sebagai uskup, juga sahabat Hiraqla. Setelah mendengar penjelasan Hiraqla dan juga Dihyah, Ibnu Nathur membacakan beberapa ayat-ayat injil, dan akhirnya membenarkan kenabian Nabi Muhammad SAW dan seketika memeluk Islam. Tetapi Hiraqla sendiri tidak mau mengikuti sikap uskup ini walau sebenarnya kebenaran itu makin menguat di hatinya. Tidak ada lain yang menghalanginya memeluk Islam kecuali takut kehilangan kekuasaannya. Bahkan beberapa panglima perangnya sudah mengancam tidak akan mengakui kedudukannya jika ia memenuhi seruan Nabi SAW.

Dihyah al Kalbi sering menemui sang uskup untuk lebih mengenalkan dan mengajarkan Islam. Pada hari ahadnya, sang uskup tidak hadir untuk memberikan ceramah dan nasihat seperti biasanya, padahal orang-orang Romawi yang menjadi jamaahnya telah berkumpul. Begitupun berulang pada beberapa hari ahad berikutnya, sehingga akhirnya orang-orang Romawi mengancam untuk membunuhnya jika tidak keluar.


Sang uskup, Ibnu Nathur menitipkan suratpada Dihyah untuk Nabi SAW tentang keislamannya, dan menyampaikan pada Nabi apa yang dilihatnya. Setelah itu Ibnu Nathur keluar menemui orang-orang Romawi, tidak dengan pakaian gereja kebesaran seperti biasanya, tetapi memakai pakaian putih. Ia mengucapkan syahadat di hadapan mereka sehingga mereka begitu murka dan akhirnya membunuh sang Uskup yang selama ini dipatuhi dan mereka dengar dan patuhi nasehat-nasehatnya.

Dihyah al Kalbi yang menjadi saksi langsung peristiwa mengenaskan tersebut, menceritakan peristiwa itu kepada Nabi SAW sekaligus menyerahkan surat sang Uskup, Ibnu Nathur untuk beliau. Surat tersebut dibacakan untuk Nabi SAW dan mendoakan kebaikan dan keberkahan untuk Ibnu Nathur.

4 komentar

GOLONGAN Quraisy direpotkan oleh masalah seorang perempuan Mukhzumiyah yang mencuri. Orang-orang Quraisy berembuk, “Siapakah yang akan membicarakan masalah perempuan ini kepada Rasulullah SAW?

Ada yang memberi pandangan: “Siapakah yang berani menyampaikan selain Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah SAW.”

Maka Usamah pun membicarakannya kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah bersabda, “Apakah kamu mau memintakan syafaat dalam hukum di antara hukum-hukum Allah?”

Kemudian Rasulullah SAW berdiri lalu berkhutbah, sabda beliau, “Sesungguhnya yang merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka mereka membiarkanya; tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”


Dalam sebuah riwayat disebutkan maka berubahlah wajah Rasulullah SAW lalu bersabda, “Apakah kau akan memberi syafaat dalam urusan hukum di antara hukum-hukum Allah?”

Usamah berkata, “Mintakanlah ampunan untukku, ya Rasulullah.”

Kemudian Rasulullah menyuruh bawa perempuan itu, lalu dipotonglah tangannya,” (HR. Bukhari). 

4 komentar

Menjadi anak raja hampir selalu membawa takdir keberuntungan. Kekuasaan puncak sang ayah tak hanya memungkinkan dia hidup serba kecukupan tapi juga berlumuran kemewahan. Lantas, bagaimana dengan putri Nabi Muhammad SAW Fatimah Az Zahra, pemimpin tertinggi dan pelaksana risalah ilahi?

Suatu hari Fatimah Az Zahra, dihampiri Abdurrahman bin ‘Auf. Dia mengabarkan bahwa Rasulullah tengah menangis sedih selepas menerima wahyu dari Jibril. Abdurrahman datang dalam rangka mencari obat bagi suasana hati Nabi yang kalut pada waktu itu. Satu hal yang selalu membuat Rasulullah bahagia adalah melihat putrinya.

“Baik. Tolong menyingkirlah sejenak hingga aku selesai ganti pakaian.” Demikian diceritakan dalam kitab al-Aqthaf ad-Daniyyah melalui riwayat Umar bin Khattab.

Keduanya lalu berangkat ke tempat Rasulullah. Saat itu Fathimah menyelimuti tubuhnya dengan pakaian yang usang. Ada 12 jahitan dalam lembar kain tersebut. Serpihan dedaunan kurma juga tampak menempel di sela-selanya.

Sayidina Umar bin Khattab menepuk kepala ketika menyaksikan penampilan Fathimah. “Betapa nelangsa putri Muhammad SAW. Para putri kaisar dan raja mengenakan sutra-sutra halus sementara Fatimah anak perempuan utusan Allah puas dengan selimut bulu dengan 12 jahitan dan dedaunan kurma.”


Sesampainya menghadap ayahandanya, Fathimah bertutur, “Ya Rasulullah, tahukah bahwa Umar terheran-heran dengan pakaianku? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kemuliaan, aku dan Ali (Sayyidina Ali bin Abi Thalib, suaminya) selama lima tahun tak pernah menggunakan kasur kecuali kulit kambing.”

Fathimah menceritakan, keluarganya menggunakan kulit kambing tersebut hanya pada malam hari. Sementara pada siang hari kulit ini menjelma sebagai tempat makan untuk unta. Bantal mereka hanya terbuat dari kulit yang berisi serpihan dedaunan kurma.

“Wahai Umar, tinggalkan putriku. Mungkin Fatimah sedang menjadi kuda pacu yang unggul (al-khailus sabiq),” sabda Nabi kepada sahabatnya itu.

Analogi kuda pacu merujuk pada pengertian keutamaan sikap Fathimah yang mengungguli seluruh putri-putri raja lainnya. “Tebusanmu (wahai Ayah) adalah diriku,” sahut Fatimah.

Dengan kedudukan dan kharisma ayahandanya yang luar biasa, Fatimah Az Zahra sesungguhnya bisa memperoleh apa saja yang ia kehendaki, lebih dari sekadar pakaian dan kasur yang bagus. Namun, kepribadian Rasulullah yang bersahaja tampaknya memang mewaris ke dalam dirinya. Fathimah tetap tampil sederhana, dengan segenap kebesaran dan kemewahan jiwanya.

4 komentar

Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi lebih  dikenal dengan nama Al-Farabi yang lahir di Farab, Kazakhstan, tahun 257 H/ 870 M dan wafat di Haleb (Aleppo) pada 339 H/ 950 M. Al-Farabi merupakan salah satu ilmuwan Islam, beliau juga dikenal sebagai fisikawan, kimiawan, musik, filsuf, ahli ilmu logika, metafisika, dan lain-lain.

Ayah beliau seorang opsir tentara Turki keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak kecil Al-Farabi digambarkan memiliki kecerdasaan istimewa dan bakat besar, ia menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari. Pada masa awal pendidikannya, Al-Farabi belajar Al-Quran, tata bahasa, kesusastraan, ilmu-ilmu agama seperti fiqh, tafsir, ilmu hadist, dan aritmatika dasar.

Al-Farabi belajar ilmu-ilmu Islam dan musik di Bukhara dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50 tahun. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. Selama di Baghdad, waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menulis. Hasil karyanya di antaranya buku tentang ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, dan musik. Kebanyakan karya-karya beliau yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dari peredaran. Sekarang yang masih tersisa diperkirakan hanya sekitar 30 buah. Di antaranya:

  1. Agrad al Kitab ma Ba’da Tabi’ah (intisari buku metafisika)
  2. Al-Jam’u Baina Ra’yai al-Hakimaini (mempertemukan dua pendapat filusuf: Plato dan Aristoteles)
  3. ‘Uyun al Mas’il (pokok-pokok persoalan)
  4. Ara’u Ahl al-Madinah (pikiran-pikiran penduduk kota)
  5. Ihsa’al – ‘Ulum (statistik ilmu)

Ketika pergolakan politik di Baghdad memuncak pada tahun 330 H/941 M, Al-Farabi merantau ke Haleb (Aleppo), di sana ia mendapat perlakuan istimewa dari Sultan Dinasti Hamdani yang berkuasa ketika itu, yakni Saifuddawlah. Berkat prilaku baiknya, Al-Farabi tetap tinggal di sana sampai akhir hayat.

Jasa Al-Farabi bagi perkembangan ilmu filsafat pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya sangatlah besar. Menurut berbagai sumber, ia menguasai 70 jenis bahasa dunia, karena itulah Al-Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, keahliannya yang paling menonjol ialah dalam ilmu matik (logika). Kepiawaiannya di bidang ini jauh melebihi gurunya, Aristoteles. Menurut Al-Ahwani, pengarang Al-Falsafah Al- Islamiyyah, besar kemungkinan gelar “guru kedua” (Al-Mu’allim as-Sani) yang disandang Al-Farabi diberikan karena kemashurannya dalam bidanng ilmu mantik.

Dialah orang yang pertama memasukkan ilmu logika ke dalam kebudayaan Arab, sebagaimana Aristoteles yang dijuluki “guru pertama” (Al- Mu’allim Al-Awwal) karena dialah yang pertama kali menemukan ilmu logika dengan meletakkan dasar-dasarnya.

Di bidang filsafat, Al-Farabi tergolong ke dalam kelompok filsuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik, dan seni. Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Dalam soal ilmu mantik dan filsafat fisika, umpamanya; beliau mengikuti pemikiran–pemikiran Aristoteles, sedangkan dalam lapangan metafisika Al–Farabi mengikuti jejak Plotinus (205 – 270), seorang tokoh utama Neoplatonisme.

Al-Farabi  berkeyakinan penuh,  bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama – sama membawa kepada kebenaran. Namun demikian, ia tetap berhati – hati atau bahkan khawatir kalau – kalau filsafat itu membuat iman seorang menjadi rusak, dan oleh karena itu ia berpendapat seyogianya di samping dirumuskan dengan bahasa yang samar – samar, filsafat juga hendaknya jangan sampai bocor ke tangan orang awam.

Di antara pemikiran filsafat Al-Farabi  yang terkenal adalah penjelasannya tentang emanasi (al-faid), yaitu teori yang mengajarkan tentang proses urut – urutan kejadian suatu wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan). Menurut nya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala sesuatu, menurut Al-Farabi, keluar (memancar) dari Tuhan karena Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik – baiknya. Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya.

Selain filsafat emanasi, Al-Farabi  juga terkenal dengan filsafat kenabian, Al-Farabi disebut – sebut sebagai filsuf  pertama yang membahas soal kenabian secara lengkap. Al-Farabi berkesimpulan “Bahwa para nabi / rasul maupun para filsuf sama – sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’al, yakni akan ke sepuluh  (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi / rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (almutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filsuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada di luar diri manusia”.


Islam kaya dengan para tokoh besar. Salah satu di antaranya adalah Al Farabi. Dia seorang filsuf, intelektual, dan musisi. Karya-karya besarnya masih bisa kita nikmati saat ini. 

Multidisiplin 

Al Farabi dikenal karena kemampuannya di berbagai bidang. Antara lain matematika, filsafat, pengobatan, ilmu alam, teologi, dan musik. Di bidang filsafat, dia merupakan filsuf Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.

Filsafat Al-Farabi merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme. Dia dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. 

Di bidang musik, dialah penemu not musik. Temuan ini ia tulis dalam kitab al-Musiq al-Kabir (Buku Besar tentang Musik). Menurutnya, musik dapat menciptakan perasaan tenang dan nyaman. Musik juga mampu mempengaruhi moral, mengendalikan emosi, mengembangkan spiritualitas, dan menyembuhkan penyakit seperti gangguan psikosomatik. Karena itu musik bisa menjadi alat terapi. 

Pemikiran 

Al-farabi memiliki sejumlah pemikiran di berbagai bidang. Antara lain tentang asal-usul negara dan warga Negara. Menurutnya, manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat terbentuknya negara. Oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain. Manusia juga menjalin hubungan-hubungan Tentang leadership atau kepemimpinan, al-farabi berpendapat pemimpin adalah seorang yang disebut sebagai filsuf yang berkarakter nabi. Yaitu orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas). 

Nama lengkapnya Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi (870-950). Dia lahir di Farab, Kazakhstan. Ia juga dikenal dengan nama lain Abu Nasir al-Farabi (dalam beberapa sumber dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi). Di dunia barat dikenal sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.

Sejak kecil dia dikenal sangat cerdas dan cepat menguasai setiap bidang ilmu yang dipelajarinya. Saat muda, dia belajar tentang Islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun.

2 komentar

Ibnu Sina adalah seorang ilmuwan Muslim yang terkenal di dunia. Ia seorang ilmuwan dengan pemikiran-pemikiran yang cerdas mendasari ilmu kedokteran modern. Ia banyak disebut sebagai "Bapak Kedokteran Modern." George Sarton menyebutnya sebagai "Ilmuwan Paling Terkenal dari Islam dan Salah Satu yang Paling Terkenal Pada Semua Bidang Tempat, dan Waktu". Ia lahir pada zaman keemasan peradaban Islam, sehingga ia disebut sebagai tokoh Islam dunia.

Ibnu Sina juga seorang penulis yang produktif, sebagian besar karyanya membahas tentang filsafat dan pengobatan. Ia adalah satu-satunya filsafat besar  dalam Islam yang berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim hingga beberapa abad. Karyanya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagaiQanun yang digunakan sebagai Referensi di bidang kedokteran selama berabad-abad.


Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā. Ibnu Sina lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia). Ia berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Orang tuanya adalah seorang pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman. Ia dibesarkan di Bukharaja serta belajar falsafah dan ilmu-ilmu agama Islam.

Saat berusia 10 tahun dia banyak mempelajari ilmu agama Islam dan berhasil menghafal Al-Qur'an. Ia dibimbing oleh Abu Abdellah Natili, dalam mempelajari ilmu logika untuk mempelajari buku Isagoge dan Prophyry,Eucliddan Al-Magest Ptolemus. Setelah itu dia juga mendalami ilmu agama dan MetaphysicsPlato dan Arsitoteles.

Suatu ketika dia mengalami masalah saat belajar ilmu Metaphysics dari Arisstoteles. Empat Puluh kali dia membacanya sampai hafal setiap kata yang tertulis dalam buku tersebut, namun dia tidak dapat mengerti artinya. Sampai suatu hari setelah dia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala ilmuMetaphysics.

Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran. Ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya. Meskipun secara teori dia belum matang, tetapi ia banyak melakukan keberhasilan dalam mengobati orang-orang sakit. Setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Allah agar diberikan petunjuk, maka didalam tidurnya Allah memberikan pemecahan terhadap kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapinya.

Suatu ketika saat Amir Nuh Bin Nasr sedang menderita sakit keras. Mendengar tentang kehebatan yang dimiliki oleh Ibnu Sina, akhirnya dia diminta datang ke Istana untuk mengobati Amir Nuh Bin Nasr sehingga kesehatannya pulih kembali. Sejak itu, Ibnu Sina menjadi akrab dengan Amir Nuh Bin Nasr yang mempunyai sebuah perpustakaan yang mempunyai koleksi buku yang sangan lengkap di daerah itu. Sehingga membuat Ibnu Sina mendapat akses untuk mengunjungi perpustakaan istana yang terlengkap yaitu Kutub Khana. 

Berkat perpustakaan tersebut, Ibnu Sina mendapatkan banyak ilmu pengetahuan untuk bahan-bahan penemuannya. Pada suatu hari perpustakaan tersebut terbakar dan orang-orang setempat menuduh Ibnu Sina bahwa dirinya sengaja membakar perpustakaan tersebut, dengan alasan agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu.

Ibnu Sina lahir di zaman keemasan Peradaban Islam. Pada zaman tersebut ilmuwan-ilmuwan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks Yunani dari zaman Plato, sesudahnya hingga zaman Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan Islam. 

Pengembangan ini terutama dilakukan oleh perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri, dan ilmu pengobatan. Pada zaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di zaman Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam.

Saat berusia 22 tahun, ayah Ibnu Sina meninggal dunia. Pemerintahan Samanid menuju keruntuhan. Masalah yang terjadi dalam pemerintahan tersebut akhirnya membuatnya harus meninggalkan Bukhara. Pertama ia pindah ke Gurganj, ia tinggal selama 10 tahun di Gurganj. Kemudia ia pindah dari Gurganj ke Nasa, kemudian pindah lagi ke Baward, dan terus berpindah-pindah tempat untuk mempelajari ilmu baru dan mengamalkannya.

Shams al-Ma’äli Qäbtis, seorang penyair dan sarjana, yang mana Ibnu Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung, dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang memberontak. Ia sendiri pada saat itu terkena penyakit yang sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, ia bertamu dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri di mana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi. Beberapa dari buku panduan Ibnu Sina ditulis untuk orang ini, dan permulaan dari buku Canon of Medicine juga dikerjakan sewaktu dia tinggal di Hyrcania.

Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit Thibb, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis. Kitab Al-Qanuntulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanunditerjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam.

Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang masih belum terjawab sebelumnya. Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. 

Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filsafat besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.

Karya-karya dari Ibnu Sina


Karya yang ditulis oleh Ibnu Sina diperkiranan antara 100 sampai 250 buah judul. Karya-karya Ibnu Sina yang terkenal dalam Filsafat adalah As-ShifaAn-Najat, dan Al-Isyarat. Karyanya yang terkenal dalam bidang kedokteran adalah Al-Qanun. Kualitas karyanya yang bergitu luar biasa dan keterlibatannya dalam praktik kedokteran, mengajar, dan politik, menunjukkan tingkat kemampuan yang luar biasa. Selain itu, ia banyak menulis karangan-karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Beberapa Karyanya diantara lain :

  1. Al-Qanun fi Thib (aturan pengobatan)
  2. Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
  3. Al-Inshaf (buku tentang keadilan sejati)
  4. An-Najah (buku tentang kebahagiaan Jiwa)
  5. Al-Musiqa (Buku tentang musik)
  6. dan sebagainya.

Selain karya filsafatnya tersebut, Ibnu Sina meninggalkan sejumlah esai dan syair. Beberapa esainya yang terkenal adalah :
  1. Hayy ibn Yaqzhan
  2. Risalah Ath-Thair
  3. Risalah fi Sirr Al-Qadar
  4. Risalah fi Al- 'Isyq
  5. Tahshil As-Sa'adah

Beberapa karya puisinya yaitu :
  1. Al-Urjuzah fi Ath-Thibb
  2. Al-Qasidah Al-Muzdawiyyah
  3. Al-Qasidah Al- 'Ainiyyah

Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina memperoleh penghargaan yang tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu-satunya filsafat besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad. Kehidupan Ibnu Sina dihabiskan untuk urusan negara dan menulis. Pada usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.

Assalamualikum. Informasi Biografi di atas ini kami tulis dari berbagai sumber, jika ada kesalahan atas informasi yang kami sampaikan di atas, kami mohon maaf, dan berharap agar Anda bisa membetulkannya melalui kotak komentar atau bisa menghubungi kami melalui e-mail kami. Terima kasih.
1 komentar

Imam al-Zamakhsyari adalah Imam al-Kabir di bidang Tafsir, Hadits, Nahwu, Sastra, dan Fiqh. Selain itu, ia adalah peletak dasar ilmu Balaghah. Ia bergelar jarullah karena pada saat menetap di Makkah, ia tinggal di samping Ka’bah (Baitullah). Imam yang memiliki nama lengkap Abi al-Qasim Mahmud bin ‘Umar bin Muhammad al-Zamakhsyari ini adalah ulama besar yang hidup pada abad ke 5-6 Hijriyah atau sekitar abad 11-12 Masehi. Beliau lahir pada 27 Rajab 467 H atau 18 Maret 1075 M, di Zamakhsyar. Zamakhsyar adalah desa kecil di wilayah Khawarizm (sekarang terletak di negara Turkistan, Rusia), kota yang terletak di Asia Tengah, tepatnya di antara Khurasan dan Laut Aral.
Al-Zamakhsyari tumbuh dalam keluarga yang serba kekurangan tetapi memiliki tradisi keagamaan yang kuat. Ayahnya merupakan seorang alim, abid, dan Imam di kampungnya. Ayahnya dikenal memiliki sifat zuhud dan wara’.
Al-Zamakhsyari memulai pendidikannya di kampung halamannya. Ia belajar membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur’an. Beranjak remaja, ia melanjutkan pendidikannya di Bukhara. Akan tetapi, tidak lama setelah ia menempuh studinya, ia kembali pulang karena ayahnya dipenjara oleh penguasa Khawarizm dan meninggal dunia. Namun, kepulangannya itu juga ia bertemu dengan ulama terkemuka di Khawarizm, yaitu Abu Mudhar al-Nahwi (w 580 H). Ulama inilah yang mengantar al-Zamakhsyari mampu menguasai bahasa dan sastra Arab, logika, filsafat, dan ilmu kalam. Selain itu, ia juga pernah belajar di kota Baghdad untuk mendalami kajian hadits pada Abu al-Khathtab al-Bathr, Abu Sa’idah al-Syafani dan Abu Manshur al-Harisi. Sedangkan dalam ilmu fiqih dia menganut Madzhab Hanafi dengan berguru pada al-Damaghani al-Syarif ibn al-Sajari.
Perjalanan menuntut ilmunya kemudian dilanjutkan ke Makkah. Di sana, ia tinggal cukup lama dan tinggal di samping Ka’bah (Baitullah), sehingga ia digelari dengan jarullah (tetangga Allah). Di Makkah, ia habiskan waktunya untuk menguasai kitab nahwu karangan Sibawaih (518 H). Perjalanan panjang dalam memuaskan hasrat ilmu mengantarkannya sebagai Imam al-Kabir di bidang Tafsir, Hadits, Nahwu, Sastra, dan Fiqh. Selain itu, ia juga sangat dikenal sebagai peletak dasar ilmu Balaghah.
Al-Zamakhsyari menganut faham Mu’tazilah, sehingga ada yang memanggilnya dengan Abu al-Qasim al-Mu’tazili. Al-Zamakhsyari adalah penganut fanatik Mu’tazilah. Saking fanatiknya, ia sempat diturunkan dari jabatannya. Kefanatikannya itu tampak jelas dalam Kitab Tafsir yang dikarangnya. Akan tetapi, kefanatikannya itu justru menandakan kedalaman ilmunya. Ketika menafsirkan dan menakwilkan ayat, al-Zamakhsyari sangat pandai menggunakan isyarat dengan gaya bahasa yang indah. Pembaca Kitab Tafsirnya yang tidak memiliki kedalaman ilmu tidak akan mengetahui kemu’tazilahan al-Zamakhsyari.
Selama hidupnya, al-Zamakhsyari menghabiskan usianya dengan membujang. Tidak berkeluarga. Ada yang mengatakan bahwa dengan tanpa keluarga dan rumah al-Zamakhsyari merasa lebih bahagia. Akan tetapi, pendapat itu dibantah oleh al-Dayyad. Menurutnya, al-Zamakhsyari tidak menikah karena ia tidak mampu membiayai pernikahannya. Ia memiliki kesulitan ekonomi. Ditambah lagi, ia juga memiliki cacat di kaki yang membuatnya tidak memilki kemampuan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, kecintaan kepada ilmu pengetahuan dan kesibukan menuangkan karya-karyanya menjadi dalih lain untuk tidak menikah.
Imam al-Zamakhsyari sangat produktif dan berhasil mewariskan kitab-kitab yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang telah ditekuninya. Di antara karya-karya al-Zamakhsyari, seperti misalnya Kitab Tafsir al-Kasysyaf, al-Fa’iq yang berisi keterangan tentang hadits, al-Minhaj (ushul fiqh), al-mufassal (nahwu), Asas al-Balaghah, Ru’us al-Masail al-Fiqhiyah (fiqh), al-Asma fi al-Lughah, al-Ajnas, al-athwaq al-Zahab, al-Jibal wa al-Kinah wa al-Miyah, Khasaish al-Asyarah al-Kiram al-Bararah, al-Dur al-Muntakhab fi Kinayah wa al-Isti’arah wa Tasbihat al-Arab, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, masih banyak lagi karya-karya az-Zamakhsyari yang belum disebutkan. Akan tetapi, di antara sekian banyak karyanya di atas yang paling fenomenal dan populer adalah kitab tafsir al-Kasysyaf.

Kitab Tafsir al-Kasysyaf
Kitab tafsir karangan al-Zamakhsyari diberi judul kitab Tafsir al-Kasysyaf an Haqaiq Gawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil. Kitab ini ketika ia berada di Makkah pada 526-528 H. Penulisan kitab ini awalnya adalah atas usulan dari rekan-rekan Mu’tazilah yang menamakan diri al-Fi’ah al-Najiyah al-‘Adiyah. Kelompok ini sangat mengagumi dan mengakui kedalaman ilmu dan keintelektualan al-Zamakhsyari dalam menafsirkan Al-Qur’an. Awalnya, al-Zamakhsyari mendiktekan tentang masalah yang terkandung dalam surat al-Fatihah, al-Fawatih al-Suwar, dan beberapa pembahasan tentang hakikat-hakikat surat al-Baqarah kepada rekan-rekannya.
Ternyata Kitab Tafsir tersebut memperoleh apre­siasi yang luar biasa dari berbagai daerah. Keunggulannya adalah cara penyampaiannya yang ringkas dan menarik. Para ulama Mu’tazilah pun tertarik terhadap kitab ini dan meminta untuk dipresentasikan di hadapan mereka. Akhirnya, Kitab Tafsir ini diberi masukan agar disusun secara i’tazili. Bahkan pemimpin Kota Makkah, Ibn Wahhas, berkeinginan memiliki Kitab Tafsir tersebut. Banyaknya respons positif terhadap Kitab Tafsir tersebut, al-Zamakhsyari menjadi lebih termotivasi untuk melanjutkan penulisan al-Kasysyaf.
Tafsir al-Kasysyaf disusun secara tartib mushafi yaitu disusun sesuai dengan urutan mushaf usmani yang diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Tafsir ini dikategorikan kedalam tafir bi al-ra’yi karena menggunakan penafsiran rasional yang didukung riwayat. Metode yang digunakan al-Zamakhsyari adalah Tahlili. Ia berusaha menguraikan berbagai segi dari suatu ayat, lalu menjelaskan apa yang dimaksud oleh Al-Qur’an. Al-Zamakhsyari menekankan pada bahasa dalam menjelaskan maksud ayat. Penenakan tersebut didukung kemampuan ilmu ma’ani, ilmu bayan, ilmu nahwu, dan sharaf yang ia miliki. Al-Zamakhsyari juga mengungkapkan sisi-sisi kebalaghahan Al-Qur’an dengan lafaz isti’arah, kinayah, majaz, dan kemusykilan balaghah lainnya. Tujuannya adalah  untuk melemahkan para penentang Al-Qur’an. Kekayaan ilmu bahasa dan sastranya inilah yang menjadikan Tafsir al-Kasysyaf sebagai rujukan hingga kini. Selain Ilmu Balaghah, Kitab Tafsir inilah yang menjadi warisan utama al-Zamakhsyari yang wafat pada 537 H atau 1144 M di Desa Jurjaniyah.•
2 komentar

Banyak yang tidak tahu bahwa penemu ilmu kimia adalah ilmuwan Muslim. Selama ini, kita banyak mengenal ilmuwan kimia dari Barat. Selama itu pula kita tidak tahu bahwa ternyata yang kali pertama mengenalkan ilmu kimia adalah ilmuwan Muslim: Jabir Ibnu Hayyan (721M – 815 M). Tak salah bila dunia mendapuknya sebagai Bapak Kimia Modern. 10 abad sebelum ahli Kimia Barat, John Dalton (1766-1844) mencetuskan teori molekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan yang di Barat dikenal dengan Geber itu telah menemukannya ilmu kimia. Tepatnya pada abad ke-8 M.
Jabir lahir pada tahun 721 M, di Kampung Tus, Khurasan (timur laut Iran). Saat itu, wilayah Iran berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah. Nama lengkapnya Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan. Ayahnya, Hayyan al-Azdi, adalah seorang ahli farmasi dan peracik obat.
Ketika menginjak remaja, Jabir ikut ayahnya hijrah ke Yaman dan terus ke Kuffah. Sang ayah adalah pendukung Bani Abbasiyah, dan turut serta menggulingkan Dinasti     Umayyah. Sepeninggal ayahnya, Jabir dan keluarganya kembali ke Yaman. Saat itu, Jabir mulai mempelajari Al-Qur’an, matematika, dan ilmu-ilmu lainnya. Ia belajar kepada Hirbi al-Himyari, ilmuwan terkemuka di Yaman saat itu.
Setelah Bani Abbasiyah menggulingkan kekuasaan Umayyah, Jabir memutuskan kembali ke Kuffah. Di kota itulah, ia belajar dan merintis karier. Ketertarikannya pada bidang kimia boleh jadi lantaran profesi sang ayah sebagai peracik obat. Jabir pun memutuskan terjun di bidang kimia. Di Kuffah, Jabir menimba ilmu dari seorang imam termasyhur bernama Imam Ja’far Shadiq. Selain itu, ia juga sempat belajar dari Pangeran Khalid Ibnu Yazid.
Jabir memulai kariernya di bidang kedokteran setelah berguru pada Barmaki Vizier. Saat itu, kekhalifahan Dinasti Abbasiyah berada di bawah kepemimpinan Harun al-Rasyid. Sejak itulah, Jabir bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah, Damaskus.
Salah satu ciri khas Jabir adalah mendasari eksperimen-eksperimen yang dilakukannya secara kuantitatif. Selain itu, instrumen yang digunakan ia buat sendiri: menggunakan bahan dari logam, tumbuhan, dan hewani. “Saya kali pertama mengetahuinya melalui tangan dan otak saya, dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin, dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam.” Kalimat itu kerap dituliskan Jabir saat mengakhiri uraian suatu eksperimen yang telah dilakukannya.
Setelah berkarier di Damaskus, Jabir kembali ke Kuffah. Dalam perjalanan kariernya, ia telah menorehkan tak kurang dari 200 karya berbentuk buku, 80 di antaranya ditulis khusus untuk mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Kontribusi yang mengagumkan. Agaknya, tanpa kontribusinya, ilmu kimia tidak dapat berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern berutang budi kepada Jabir yang dikenal juga sebagai seorang sufi itu. Ahli sejarah Barat, Philip K. Hitti, dalam History of  The Arabs, berujar bahwa “Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab juga memberikan sumbangan yang begitu besar di bidang kimia.”
Begitu banyak sumbangan yang dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, teknik distilasi, dan teknik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Keberhasilan penting lainnya yang dicapai Jabir adalah kemampuannya mengaplikasikan pengetahuan kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Jabir jugalah yang kali pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca. Ia pula yang kali pertama mencatat tentang pemanasan anggur akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberi jalan al-Razi menemukan etanol. Selain itu, Jabir mampu menemukan dan berhasil menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Di mana itu semua merupakan teknik-teknik kimia modern.
Jabir Ibnu Hayyan jugalah yang pertama mengajarkan ilmu ukuran, kaidah-kaidah timbangan dan dimensi, dan apa pun ketika melakukan penelitian. Dan semua ini baru dipelajari di Eropa enam abad kemudian. Jabir juga mengajarkan bahwa setiap benda dapat terbakar. Logam (yang keras) dapat dioksidakan dan terbuat dari bahan merkuri, sulfit, atau garam galian. Dan dunia mengenal ini seribu tahun setelah Jabir meninggal.
Selain mengajarkan banyak teori kimia, Jabir juga menciptakan batu kaustik (nitrat perak) untuk mengobati luka atau anggota tubuh yang rusak. Proses ini diketahui dan digunakan sampai sekarang. Kemudian ia menciptakan tinta yang bersinar dari karat besi. Tinta ini berguna untuk membaca surat berharga atau surat-surat ketentaraan dalam peperangan pada waktu malam yang gelap tanpa harus memerlukan lampu. Ia menciptakan cat yang memelihara pakaian dari kelembaban, cat yang menghindari pengoksidaan besi, dan cat yang membuat kayu api. Cat ini adalah titik awal ilmu perawatan dasar pada zaman sekarang.
Jabir menciptakan kertas anti api yang dapat digunakan untuk menulis dokumen berharga dan surat-surat penting. Setelah menemukan air perada serta air emas, ia menemukan air perah, unsur kalium, garam amonia, sulfit, merkuri, asid sulfurik, sulfat merkuri, oksida arsenik, karbonat plumbum, unsur antimoni, klorida merkuri, unsur natrium, lodit merkuri, dan minyak vitriol asli. Sebelum itu, Jabir telah menemukan acid nitrik dan acid hidroklorit. Kedua acid (asam) ini telah memungkinkannya mendapatkan air perada. Jabir menciptakan penyulingan cuka (acid asetik) yang kini disebut khalik salji, proses pencelupan kain, untuk menyamak kulit, dan memisahkan perak dari emas dengan menggunakan acid nitrik.
Masih banyak lagi teori-teori besar Jabir Ibnu Hayyan. Di antaranya tertuang dalam kitab-kitab yang ia tulis. Di antara karya-karyanya  yang paling terkenal ialah kitab al Khalis, kitab al Istitmam, kitab al Istifa, dan kitab at Taklis. Holmyard menyebutkan dalam bukunya, al Kimiya ila al-Asr Daltun (Kimia hingga ke zaman Dalton), bahwa kitab-kitab karya Jabir yang diterjemahkan ke bahasa Latin mempunyai pengaruh kuat terhadap perkembangan ilmu kimia di Eropa. Sosok dan pemikiran Jabir pun berpengaruh pada ahli-ahli kimia Muslim lainnya, seperti al-Razi (9 M), Tughrai (12 M) dan al-Iraqi (13 M).
Gelimang karya besar tersebut berhenti ketika Jabir harus menghadap ke sang Pencipta. Ia tutup usia pada tahun 815 M di Kufah. Dan dua abad pasca berpulangnya Jabir, dalam sebuah penggalian jalan, ditemukan bekas laboratorium tempat sang ilmuwan berkarya. Dari tempat itu ditemukan sebatang emas yang cukup berat dan peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona. Penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad ternyata masih dijadikan rujukan hingga kini. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli Farmasi itu dinobatkan sebagai man renaissa
1 komentar

Buya Hamka Melawan Penguasa Dan Akhir Hayat Soekarno


Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) salah satu ulama besar yang pernah bersitegang dengan Sukarno. Meski menjadi lawan politik, Hamka tidak pernah menyimpan dendam kepada Sukarno, pria yang dianggap sahabat namun pernah mengurungnya di jeruji besi selama dua tahun empat bulan tanpa proses pengadilan. Tuduhan kepada Hamka tidak main-main; terlibat dalam rencana pembunuhan

Anak kelima Buya Hamka, Irfan Hamka, dalam buku Ayah menceritakan bagaimana ayahnya bersikap terhadap pemerintahan Sukarno. Dalam suatu acara yang digelar Dewan Kesenian Jakarta pada 1969, Buya Hamka memaparkan dua hal, pertama pelarangan peredaran buku-buku Pramoedya Ananta Toer, dan kedua bagaimana sikapnya terhadap Pramoedya yang menjadi penyebab Hamka dipenjara.

Buya Hamka, tulis Irfan Hamka, tidak pernah menyetujui pelarangan tersebut, karena filsafat hidup Buya Hamka adalah cinta. "Kalau tidak suka pada isi sebuah buku, jangan buku itu dilarang, tapi tandingi dengan menulis buku pula, kata beliau," tulis Taufiq Ismail menceritakan sosok Buya Hamka dalam pengantar buku Ayah.

Di sini kebesaran hati seorang Buya Hamka teruji. Ia memaafkan Pramoedya. Padahal, namanya dihancurkan Pramoedya lewat tulisan di surat kabar Bintang Timur yang merupakan media pro-PKI.

Dalam surat kabar ini terdapat kolom seni-budaya bernama Lentera. Kolom itu diasuh Pramoedya. 

Dalam kolom itu, sejumlah satrawan yang kontra PKI diserang, seperti HB Jasin, Sutan Takdir Alisjahbana, Trisno Sumardjo, Asrul Sani, Misbach Yusa Biran, Bur Rasuanto, termasuk Buya Hamka. Hamka yang aktif di Muhammadiyah dan Masyumi yang jelas-jelas kontra PKI menjadi sasaran tembak.

Buya kemudian ditahan karena dianggap melanggar UU Anti-Subversif Pempres No. 11. Ia dituding terlibat dalam upaya pembunuhan Sukarno dan Menteri Agama saat itu, Syaifuddin Zuhri. Namanya dihancurkan, perekonomiannya dimiskinkan, kariernya dimatikan dan buku-bukunya dilarang beredar sejak itu.

Tetapi, Hamka yang seorang ulama besar Indonesia tidak pernah menyimpan dendam. Bukti shahihnya adalah saat Kafrawi, Sekjen Departemen Agama dan Mayjen Soeryo, ajudan Presiden Soeharto, datang ke rumah Hamka membawa pesan dari keluarga Sukarno pada 16 Juni 1970. Pesannya, Buya Hamka dengan sangat hormat diminta mengimami shalat jenazah Sukarno. 

“Jadi beliau sudah wafat?” kata Hamka bertanya kepada Kafrawi.

“Iya Buya. Bapak telah wafat di RSPAD, sekarang jenazahnya telah dibawa ke Wisma Yaso.” 

“Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku,” kata Sukarno berpesan.

Hamka terkejut, pesan tersebut ternyata datang seiring dengan kabar kematian Sukarno. Tanpa pikir panjang, ia kemudian melayat ke Wisma Yaso, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan. Sesuai wasiat Sukarno, Buya Hamka pun memimpin shalat jenazah mantan presiden yang pernah menjebloskannya ke penjara itu.

Hamka bahkan memuji Sukarno yang membangun Masjid Baitul Rahim di Istana Negara dan Masjid Istiqlal. Ia pun menyelesaikan tafsir Al-Azhar yang menjadi karya fenomenalnya berkat andil Sukarno. Sebab, tafsir yang mahsyur seantero Asia itu diselesaikan saat ia berada di penjara.

“Saya tidak pernah dendam kepada orang yang pernah menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama dua tahun empat bulan saya ditahan, saya merasa itu semua merupakan anugerah yang tiada terhingga dari Allah kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan kitab tafsir Alquran 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk menyelesaikan pekerjaan itu…”


• Buya Hamka disiksa penguasa 

Minggu-minggu ini isu ‘kriminalisasi terhadap ulama’ merebak di tengah umat.  Sebenarnya, kisah-kisah serupa bukanlah hal baru.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab disapa Buya Hamka pernah mendapatkan ujian berat dan dijebloskan penjara di era rezim Soekarno.

Sunnahnya, semakin kokoh agama seorang hamba, makin beratlah ujiannya.

Kala itu, di siang Bulan Ramadhan,  Buya Hamka, salah satu ulama besar Indonesia ditangkap dengan tuduhan penghianat bangsa.

Tuduhan sangat keji yang ditimpakan kepada ulama mulia yang sudah mulai memasuki masa senja.

15 hari Buya diinterogasi dengan kejam.  Saat itu umurnya  58 tahun, sudah tua. Perihal penangkapannya ini dicurahkan dengan detail dalam pengantar cetakan XII buku “Tasawuf Modern“.

Berikut kutipkannya.


“Akhirnya, pengarangnya sendiripun terlepas dari bahaya besar, yaitu bahaya kekal dalam neraka jahannam sesudah hancur nama sendiri dan nama keturunan karena pertolongan “Tasawuf Modern”!

Pada hari Senin tanggal 12 Ramadhan 1385, bertepatan dengan 27 Januari 1964 kira-kira pukul 11 siang saya dijemput ke rumah saya, ditangkap dan ditahan. Mulanya dibawa ke Sukabumi.

Diadakan pemeriksaan yang tidak berhenti-henti, siang malam, petang pagi. Istirahat hanya ketika makan dan sembahyang saja. 1001 pertanyaan, yah 1001 yang ditanyakan. Yang tidak berhenti-henti ialah selama 15 hari 15 malam. Di sana sudah ditetapkan lebih dahulu bahwa saya mesti bersalah. Meskipun kesalahan itu tidak ada, mesti diadakan sendiri. Kalau belum mengaku berbuat salah, jangan diharap akan boleh tidur.

Tidur pun diganggu!

Kita pasti tidak bersalah. Di sana mengatakan kita mesti bersalah. Kita mengatakan tidak. Di sana mengatakan ya! Sedang di tangan mereka ada pistol.

Satu kali pernah dikatakan satu ucapan yang belum pernah saya dengar selama hidup.

“Saudara pengkhianat, menjual Negara kepada Malaysia!”

Kelam pandangan mendengar ucapan itu. Berat!

BUYA HAMKA Bukan “Politisi Busuk”

Ayah saya adalah seorang Alim Besar. Dari kecil saya dimanjakan oleh masyarakat, sebab saya anak seorang alim! Sebab itu maka ucapan terhadap diri saya di waktu kecil adalah ucapan kasih.

Pada usia 16 tahun saya diangkat menjadi Datuk menurut adat gelar pusaka saya ialah Datuk Indomo.

Sebab itu sejak usia 12 tahun saya pun dihormati secara adat. Lantaran itu sangat jaranglah orang mengucapkan kata-kata kasar di hadapan saya.

Kemudian sayapun berangsur dewasa. Saya campuri banyak sedikitnya perjuangan menegakkan masyarakat bangsa, dari segi agama, dari segi karang-mengarang, dari segi pergerakan Islam, Muhammadiyah dan lain-lain. Pada tahun 1959 Al-Azhar University memberi saya gelar Honoris Causa, karena saya dianggap salah satu ulama terbesar di Indonesia.

Sekarang terdengar saja ucapan: “Saudara pengkhianat, menjual negara kepada Malaysia.”

Mengenal Lebih Dekat Buya HAMKA

Memang kemarahan saya itulah rupanya yang sengaja dibangkitkannya. Kalau saya melompati dia dan menerkamnya, tentu sebutir peluru saja sudah dalam merobek dada saya. Dan besoknya tentu sudah dapat disiarkan berita di surat-surat kabar: “Hamka lari dari tahanan, lalu dikejar, tertembak mati!”

Syukur Alhamdulillah kemarahan itu dapat saya tekan, dan saya insaf dengan siapa saya berhadapan. Saya yang tadinya sudah mulai hendak berdiri terduduk kembali dan meloncatlah tangis saya sambil meratap: “Janganlah saya disiksa seperti ini. Bikinkan sajalah satu pengakuan bagaimana baiknya, akan saya tandatangani. Tetapi kata-kata demikian janganlah saudara ulang lagi!”

“Memang saudara pengkhianat!” katanya lagi dan diapun pergi sambil menghempaskan pintu.

Remuk rasanya hati saya. Mengertilah saya sejak saat itu mengapa maka segala barang tajam wajib dijauhkan dari tahanan yang sedang diperiksa.

Di saat seperti itu, setelah saya tinggal seorang diri, datanglah tetamu yang tidak diundang, dan yang memang selalu datang kepada manusia di saat seperti demikian. Yang datang itu ialah SETAN! Dia membisikkan ke dalam hati saya, supaya saya ingat bahwa di dalam simpanan saya masih ada pisau silet. Kalau pisau itu dipotongkan saja kepada urat nadi, sebentar kita sudah mati. Biar orang tahu bahwa kita mati karena tidak tahan menderita.

Hampir satu jam lamanya terjadi perang hebat dalam bathin saya, di antara perdayaan Iblis dengan Iman yang telah dipupuk berpuluh tahun ini. Sampai-sampai saya telah membuat surat wasiat yang akan disampaikan kepada anak-anak di rumah.

Tetapi Alhamdulillah! Iman saya menang.

Saya berkata kepada diriku: “Kalau engkau mati membunuh diri karena tidak tahan dengan penderitaan bathin ini, mereka yang menganiaya itu niscaya akan menyusun pula berita indah mengenai kematianmu. Engkau kedapatan membunuh diri dalam kamar oleh karena merasa malu setelah polisi mengeluarkan beberapa bukti atas pengkhianatan. Maka hancurlah nama yang telah engkau modali dengan segala penderitaan, keringat dan air mata sejak berpuluh tahun.

Dan ada orang yang berkata: Dengan bukunya “Tasawuf Modern” dia menyeru orang agar sabar, tabah dan teguh hati bila menderita satu percobaan Tuhan. Orang yang membaca bukunya itu semuanya selamat karena nasihatnya, sedang dirinya sendiri memilih jalan yang sesat. Pembaca bukunya masuk Surga karena bimbingannya, dan dia di akhir hayatnya memilih Neraka.”

Jangankan orang lain, bahkan anak-anak kandungmu sendiri akan menderita malu dan menyumpah kepada engkau.”

Syukur Alhamdulillah, perdayaan setan itu kalah dan diapun mundur. Saya menang! Saya menang!

Klimaks itu terlepas.

Setelah selesai pemeriksaan yang kejam seram itu, mulailah dilakukan tahanan berlarut-larut. Akhirnya dipindahkan ke rumah sakit Persahabatan di Rawamangun Jakarta, karena sakit. Maka segeralah saya minta kepada anak-anak saya yang selalu melihat saya (besuk) agar dibawakan “Tasawuf Modern”.

Menangkis paham SePILIS ala Buya HAMKA

Saya baca dia kembali di samping membaca Al Qur’an.

Pernah seorang teman yang datang, mendapati saya sedang membaca “Tasauf Modern”. Lalu dia berkata: “Eh, Pak Hamka sedang membaca karangan Pak Hamka!”

“Memang!” –jawab saya: “Hamka sedang memberikan nasihat kepada dirinya sendiri sesudah selalu memberi nasihat kepada orang lain. Dia hendak mencari ketenangan jiwa dengan buku ini. Sebab telah banyak orang memberitahukan kepadanya bahwa mereka mendapat ketenangannya kembali karena membaca buku “Tasawuf Modern” ini!”

Ulama akan diuji. Ini pasti.

Yang belum pasti itu kita. Jangan-jangan ujian ke ulama menjadi ujian pula untuk kita. Dimana posisi kita?

Apakah kita termasuk sang pencaci, yang karena kejahilan diri menghina orang-orang yang Allah cintai?

Atau malah kita ada dibarisan pecinta ulama? Yang dengan kecintaan ini kita berharap….benar-benar berharap… Allah mengumpulkan kita bersama beliau-beliau yang mulia. Ulama Rabbani. Bersama, di Surga.*/Syamsuddin Arif, dari buku “Mukadimah” buku Tasawuf Modern


• Penguasa Menzalimi Ulama 


Dianggap melawan pemerintah (yang mungkin sebenarnya pemerintah waktu itu tak ingin mendapat kritikan yang cerdas), M. Yamin dan Soekarno berkolaborasi menjatuhkan wibawa Buya Hamka melalui headline beberapa media cetak yang diasuh oleh Pramoedya Ananta Toer.

Berbulan-bulan Pramoedya menyerang Buya Hamka secara bertubi-tubi melalui tulisan di koran (media yang paling tren saat itu). Allahuakbar! Sedikitpun Buya Hamka tak gentar. Fokus Buya tak teralihkan. Beliau terlalu mencintai Allah dan saudara muslimya sehingga serangan yang mencoba untuk menyudutkan dirinya tak beliau hiraukan. Buya Hamka yakin jika kita menolong agama Allah, Allah pasti menolong kita. Pasti!

Buya Hamka terlalu kuat dan tak bisa dijatuhkan dengan serangan pembunuhan karakter melalui media cetak yang diasuh oleh Pram. Tak sungkan-sungkan lagi, Soekarno langsung menjebloskan ulama besar tersebut ke penjara tanpa melewati persidangan.

Seperti doa Nabi Yusuf a.s. ketika dipenjara: Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf: 33)

Saat itu, penjara jauh lebih baik bagi Buya Hamka, jauh lebih baik daripada menyerahkan kepatuhannya terhadap Allah kepada orang-orang yang hanya mengejar dunia.

Dua tahun empat bulan di dalam penjara tak beliau sia-siakan dengan bersedih. Buya Hamka justru bersyukur telah dipenjara oleh penguasa pada masa itu karena di dalam penjara tersebut beliau memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan cita-citanya, merampungkan tafsir Al-Qur’an 30 juz, yang sekarang lebih kita kenal dengan nama kitab tafsir Al-Azhar.

Lalu bagaimana dengan ketiga tokoh tadi?

Ternyata Allah masih sayang kepada Pramoedya, M. Yamin, dan Soekarno. Karena apa yang telah dilakukan oleh ketiga tokoh bangsa tersebut terhadap Buya Hamka tak harus diselesaikan di akhirat. Allah telah mengizinkan permasalahan tersebut untuk diselesaikan di dunia saja.

Di usia senjanya, Pramoedya akhirnya mengakui kesalahannya dimasa lalu dan dengan rendah hati bersedia meminta maaf kepada Buya Hamka. Pramoedya mengirim putri sulungnya kepada Buya Hamka untuk belajar agama dan men-syahadat-kan calon menantunya.

Apakah Buya Hamka menolak? Tidak! Dengan lapang dada Buya Hamka mau mengajarkan ilmu agama kepada anak beserta calon menantu Pramoedya, tanpa sedikitpun pernah mengungkit kesalahan yang pernah dilakukan oleh salah satu penulis terhebat yang pernah dimiliki indonesia tersebut terhadap dirinya. Allahuakbar! Begitu pemaafnya Buya Hamka.

Ketika M. Yamin sakit keras dan merasa takkan lama lagi berada di dunia ini, beliau meminta orang terdekatnya untuk memanggilkan Buya Hamka. Saat Buya Hamka telah berada di sampingya, dengan kerendahan hati M. Yamin memohon maaf dengan meminta kepada Buya Hamka agar sudi mengantarkan jenazahnya untuk dikebumikan di kampung halaman yang telah lama tak dikunjungi Talawi. Pada kesempatan nafas terakhirnya, M. Yamin minta agar Buya sendiri yang menuntunnya untuk mengucapkan kalimat-kalimat tauhid.

Apakah Buya Hamka menolak? Tidak! Buya Hamka menuluskan semua permintaan tersebut, Buya Hamka yang “menjaga” jenazah tokoh pemersatu bangsa tersebut sampai selesai dikebumikan dikampung halamannya sendiri.

Namun, lain hal dengan Soekarno. Buya Hamka justru sangat merindukan proklamator bangsa Indonesia tersebut. Buya Hamka ingin berterima kasih telah diberi “hadiah penjara” oleh Bung Karno, yang dengan hadiah tersebut Buya memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tafsir Al-Azharnya yang terkenal, dengan hadiah tersebut perjalanan ujian hidup Buya menjadi semakin berliku, tetapi indah. Buya Hamka ingin berterima kasih untuk itu semua.

Lalu kemana Soekarno? Kemana teman seperjuangannya dalam memerdekakan bangsa ini menghilang? Dalam hati Buya Hamka sangat rindu ingin bertemu lagi dengan “singa podium” tersebut. Tak ada marah, tak ada dendam, hanya satu kata, “rindu”.

Hari itu 16 Juni 1970, ajudan presiden Soeharto datang kerumah Buya membawa secarik kertas, kertas yang tak biasa, kertas yang bertuliskan kalimat pendek namun membawa kebahagian yang besar ke dada sang ulama besar. Pesan tersebut dari Soekarno, orang yang belakangan sangat beliau rindukan. Dengan seksama Buya Hamka membaca pesan tersebut:

“Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”

Buya Hamka bertanya kepada sang ajudan “Di mana? Di mana beliau sekarang?”
Dengan pelan dijawab oleh pengantar pesan, “Bapak Soekarno telah wafat di RSPAD, jenazahnya sedang dibawa ke Wisma Yoso.”

Mata sayu Buya Hamka mulai berkaca, kerinduan itu, rasa ingin bertemu itu, harus berhadapan dengan tubuh kaku; tak ada lagi pertemuan yang diharapkan; tak ada lagi cengkrama tawa dimasa tua yang dirindukan; hanya hamparan samudera maaf untuk saudaranya, mantan pemimpinnya, pemberian maaf karena telah mempenjarakan beliau serta untaian lembut doa dari hati yang ikhlas agar Bung Karno selamat di akhirat, hadiah khusus dari jiwa yang paling lembut sang ulama besar, Buya Hamka.

Pada zaman sekarang, Mulai terasa sejarah itu kembali terulang. Para penguasa mulai berusaha menyudutkan para ulama, menyerang para ulama melalui media-media pendukung mereka, menebar kebencian kepada para ulama melalui penulis-penulis pendukung mereka.

Lalu ada yang berkata, “Ulama sekarang tak sehebat Buya Hamka.” Tanya lagi hati kecil kita, apakah mereka yang tak hebat ataukah kita yang ingin menolak pesan kebenaran itu sendiri.

Pertanyaannya:
– Di pihak siapa kita?
apakah di pihak para penguasa yang sedang memuaskan nafsu duniawi mereka?
Ataukah di pihak para ulama yang menyampaikan kebenaran karena Allah, Tuhannya, Tuhan kita semua?

– Akankah para penguasa yang memfitnah para ulama saat ini diberi kesempatan oleh Allah untuk meminta maaf sebelum ajal menjemput mereka? Semoga saja, semoga kesalahan mereka tak harus diselesaikan yaumul hisab. Aamiin ya Robbal’alamin


1 komentar